Welcome to The Family

Senin, 11 Februari 2013

Pikiran Memengaruhi Harga Diri

Dalam buku Mengapa Manusia Sakit dan Mengapa Tidak Bisa Diobati?, Dr. Caroline Meis menulis, “Penghargaan terhadap diri sendiri kadang menjadi penyebab utama kesengsaraan atau kebahagiaan seseorang. Sebab, penghargaan terhadap diri sendiri berhubungan dengan perasaan: apakah ia menerima atau menghargai diri sendiri atau tidak.” Selain itu, Dr. Nathan Brandon, pakar psiko-analitik dan spesialis terapi penghargaan terhadap diri sendiri, mengatakan, “Penghargaan terhadap diri sendiri yang lemah adalah faktor utama di balik masalah kecanduan dan sebagian besar perilaku negatif.”


Perasaan kurang menghargai diri sendiri lahir karena beberapa sebab. Sebab paling berbahaya adalah tidak merasakan cinta kasih dari orang-orang di sekitarnya. Ketika sudah merasa tidak dicintai, seseorang akan kehilangan keseimbangan mental. Selanjutnya, ia mencari sesuatu yang lain sebagai pengganti cinta yang hilang itu. Sangat mungkin ia akan lari ke narkoba. Atau, ia akan memilih berbagai perilaku negatif: menghabiskan waktu di depan televisi, menghindari kontak denagn orang lain, atau tidur berjam-jam,. Orang yang merasa tidak dicintai akan merasa kesepian dan merasa terbuang. Kondisi seperti ini akan menyebabkan gangguan psikologis sehingga ia tidak percaya, baik pada diri sendiri atau pada orang lain.

Hal ini mengingatkan saya pada sebuah kisah yang sangat mengguncang saya. Kisah ini terjadi ketika saya berkunjung ke sebuah negara. Seorang perempuan dengan usia sekitar empat puluhan mendatangi saya. Sambil menangis ia mengeluhkan anak perempuannya yang mengalami gangguan jiwa. Indikasinya, ia tidak lagi memerhatikan diri maupun pelajarannya. Dari hari ke hari kondisinya memburuk. Saya bertanya pada perempuan itu, “Apa dia punya saudara?” Ia menjawab, “Ya, empat orang laki-laki.” Saya bertanya lagi, “Adakah di antara mereka yang berperilaku sama dengannya?” Dengan tegas perempuan itu menjawab, “Tidak ada, hanya dia.”

Perempuan itu meminta saya menemui sang putri yang telah menjadi penyebab perceraiannya dengan sang suami. Saat saya menemui gadis itu, usianya baru enam belas. Ia berkepribadian tenang. Paras cantiknya diselimuti kesedihan yang mendalam. Sebelum saya mengajukan pertanyaan, ia lebih dulu angkat suara,  “Tak seorang pun mencintaiku. Semua membenciku. Semua tak ingin bersamaku.“ dengan suara lirih saya bertanya, “Siapa sebenarnya yang tidak mencintaimu?”

Gadis itu menjawab, “Ibuku. Ketika aku kecil, dengan marah yang meledak-ledak ia berkata kepadaku, ‘Aku tidak suka anak perempuan. Mengapa engkau tidak jadi anak laki-laki.’ Sejak itu aku merasa tak punya siapa-siapa. Aku sebatang kara di dunia ini. Jadi ibuku sendiri berkata seperti itu kepadaku, lantas siapa yang menyayangiku?”

Saya bilang, “ Aku bisa merasakan apa yang engkau rasakan. Lantas, dengan apa kau menghabiskan waktumu?”

Gadis itu berkata, “Aku tidak melakukan apa-apa. Kenapa aku harus melakukan sesuatu, sedangkan kehidupanku sudah hampa. Saudara-saudaraku memukuliku. Kapan saja mau, mereka bebas keluar. Sedangkan aku?! Aku tidak boleh keluar, apalagi ikut menghadiri pesta.” Lebih lanjut ia berkata, “Setiap kali ibuku menginginkanku menjadi anak laki-laki, aku mengenakan baju laki-laki, berbicara seperti layaknya laki-laki, dan bergaul dengan laki-laki. Ibuku memastikan aku tidak keluar rumah. Namun, akhirnya ia tahu juga bahwa aku keluar rumah saat semua penghuninya tertidur lelap. Kukatakan kepadanya bahwa aku merokok lebih dari empat puluh batang sehari. Selain itu, aku kecanduan narkotika serta bisa mendapatkannya kapan pun dan di mana saja.” Ia menambahkan, “Selama tak ada yang mencintaiku, bahkan tidak menghendaki keberadaanku, maka aku bebas melakukan apa saja. Aku tidak lagi peduli kepada siapa pun karena aku benci semuanya.”

Mengetahui hal itu, sang ibu berkata, “aku tidak ingat telah mengatakan itu. Kalaupun benar, aku tidak sungguh-sungguh. Aku mencintainya, bahkan melebihi cintaku kepada saudara-saudaranya.”

Begitulah contoh dari lemahnya penghargaan terhadap diri sendiri yang lahir dari rasa tidak dicintai dan tidak dikasihi. Tanpa dikehendaki, peristiwa semacam itu bisa terjadi pada orang terdekat kita.


Apa yang dimaksud dengan penghargaan terhadap diri sendiri?
Penghargaan terhadap diri sendiri adalah perasaan seseorang terhadap dirinya, pendapat tentang dirinya, dan kepuasan pada dirinya. Penghargaan terhadap diri sendiri memiliki tiga fondasi utama.


1.    Menerima diri sendiri.  Terimalah diri sendiri apa adanya: menerima bentuk tubuhnya. Dengan begitu. Ia tidak merasa ada sesuatu yang tidak disukai pada dirinya, baik secara jasmani maupun kejiwaan; menerima keluarganya. Ia tidak pernah merasa membenci keluarganya dan berharap menjadi bagian keluarga yang lain; mencintai negaranya. Ada orang yang hengkang ke luar negeri karena tidak mencintai negaranya dan merasa tidak nyaman bergaul dengan masyarakatnya. Penyebabnya bisa jadi budaya dari luar dan perilaku mereka yang membuatnya merasa tidak nyaman. Namun, lebih jauh, ia tidak mengenal dirinya sendiri. Ia tidak bisa menjadi bagian dari komunitas asing dan tidak mencintai negerinya sendiri. Inilah salah satu penyebab seseorang merasa tak berharga kendati terbilang sukses.


2.    Harga diri.  Di sini seseorang merasa punya harga diri. Ia merasa sebagai bagian penting dalam masyarakat. Ia mampu berbuat hal penting, maju, dan mewujudkan semua rencana. Hidupnya bermakna bagi masyarakat. Apa yang ia lakukan tentu bermanfaat dan penting. Oleh karena itu ia mendapatkan penghormatan dari orang lain. Ketika seseorang merasa tidak dihargai oleh keluarga, guru, dan pimpinan, maka jiwanya tidak akan stabil. Ia akan menjadi sosok pemarah, mudah tersinggung, dan merasa telah dijauhi oleh orang lain. Dalam kondisi jiwa seperti ini akan mudah terganggu oleh pendapat tentang dirinya. Ia merasa tidak berarti di hadapan orang lain. Jika melakukan sesuatu, tidak akan dihargai.


3.    Mencintai diri sendiri.  Seseorang menyukai anugerah Allah. Tinggi badan, warna kulit, dan segala sesuatu yang ada padanya. Faktor utama yang membentuk rasa cinta pada diris sendiri adalah pendidikan pertama yang diterima anak dari orangtua. Pendidikan dasar ini kemudian melekat dalam hidupnya dan memengaruhi dalam berinteraksi dengan dunia luar. Akar dari semua ini adalah sesuatu yang ada dalam akal bawah sadar, yaitu pikiran yang tertanam. Karena itu, untuk mengubah sikap terhadap diri sendiri harus dimulai dengan mengubah pikiran.[]


Dr. Ibrahim Elfiky (Maestro Motivator Muslim Dunia)


Baca juga :
Pikiran Memengaruhi Fisik  
Pikiran Memengaruhi Perasaan 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar