Welcome to The Family

Minggu, 29 Desember 2013

Dampak Berpikir Negatif : Tiga Pembunuh


Saya sengaja memakai istilah “tiga pembunuh”, karena ketiganya mengandung racun seperti bisa ular yang masuk ke dalam aliran darah kemudian mematikan. Ketika seseorang menggunakan tiga hal di atas maka yang akan kembali kepadanya lebih buruk dari yang menimpa orang lain. Sekarang akan kami jelaskan satu-per satu:

1.    Mencela
Ketika mencela seseorang orang, berarti Anda telah memosisikannya harus mempertahankan diri. Dalam kondisi seperti itu, reaksinya bisa negatif. Celaan membuat seseorang merasa jadi korban dan menjadi racun dalam dirinya hingga ia merasa sangat sedih. Jika Anda mencela seorang kawan yang terlambat datang dari waktu yang ditentukan maka ia merasa jadi korban perakuan Anda. Jika Anda mencela pimpinan Anda maka pimpinan itu akan merasa jadi korban Anda dan harga dirinya akan terusik. Ketika Anda mencela nasib diri sendiri, Anda akan merasa jadi korban peristiwa yang Anda alami. Dampak negatif yang disebabkan oleh celaan adalah hilangnya semangat menghargai orang lain. Ketika Anda mencela orang lain, berarti Anda telah mengirim pesan ke akalnya dan memintanya untuk membuka semua file celaan yang tersimpan dalam memori agar digunakan untuk mencela orang. Jika Anda mencela orang lain berarti Anda telah meminta file-file harga diri orang itu untuk bangkit. Celaan Anda berarti mengatakan kepadanya, “Sekarang aku tidak membutuhkan Anda karena aku sudah memutuskan untuk mencela orang.” Dengan begitu, ia akan kehilangan kontrol dirinya dan file celaan dirinya menguat hingga menjadi kebiasaan dalam setiap kesempatan serupa.

2.    Kritikan
Masih ingatkah Anda pada peristiwa di mana Anda pernah mengkritik orang lain? Apa yang Anda rasakan terhadap orang yang Anda kritik? Bagaimana kondisi jiwa Anda saat itu? Kritik sangat mungkin mengundang reaksi keras, terutama jika tidak menggunakan cara-cara yang saya sebut dengan istilah sandwich, yaitu memulai kritik dengan pernyataan positif tentang orang yang dikritik dan akhiri sesuatu yang positif. Gagasan kritik bisa Anda selipkan di tengah-tengah pernyataan positif itu. Kritik Anda jangan diarahkan pada pribadi seseorang karena manusia itu bukan pikiran dan bukan perilakunya. Anda harus dapat membedakan antara pribadi dan perilaku. Jika tidak menggunakan cara yang satun, kritikan sangat mungkin mengundang reaksi yang keras karena berhubungan langsung dengan pemahaman orang lain yang meliputi nilai-nilai, keyakinan, prinsip, persepsi, dan pemahamannya tentang sesuatu. Kritik dapat juga menyebabkan orang yang dikritik merasa sendirian dan tidak berguna. Dengan dikritik, seseorang akan merasa tidak berguna dan kurang berarti dibanding orang yang mengkritiknya. Oleh karena itu, kritik dapat berdampak negatif dan memancing amarah.

3.    Membanding-bandingkan

Ada tiga jenis utama dalam membanding-bandingkan, yaitu:

a.    Membanding-bandingkan diri sendiri dengan orang lain.
Anda membanding-bandingkan diri Anda sendiri dengan orang lain dalam keberhasilan dan perilaku. Yang menjadi masalah dalam perbandingan ini, Anda akan memerhatikan kelemahan diri sendiri kemudian Anda bandingkan dengan kekuatan yang ada pada orang lain. Contoh: postur tubuh Anda pendek, lalu Anda membandingkannya dengan orang lain yang berpostur tinggi dan tegap. Hasilnya Anda akan merasa rendah diri. Contoh lain: kepala Anda botak dan Anda membandingkannya dengan orang yang berambut lebat. Sesuatu yang dibanding-bandingkan bisa berupa bentuk, keberhasilan, perilaku, pekerjaan, dan lain sebagainya. Perbandingan ini menyebabkan Anda merasa kurang dari orang lain. Dan pada gilirannya akan menyeret Anda pada sikap iri, dengki, marah, dan sedih.

b.    Membanding-bandingkan kondisi diri sendiri saat ini dengan kondisinya di masa lalu.
Mungkin saat ini Anda berada dalam kondisi psikologis, keuangan, spiritual, keluarga, sosial, dan kesehatan yang lemah. Dalam kondisi seperti ini, Anda lantas terpikir akan kondisinya di masa lalu yang lebih baik dari kondisi saat ini. Pola pikir seperti ini membuat Anda menderita dan sedih karena kehilangan apa yang pernah Anda miliki di masa lalu. Hal seperti ini banyak dialami oleh masyarakat. Anda mungkin pernah bertemu dengan orang yang membanggakan masa lalunya yang jaya. Namun, kehidupannya saat ini tidak seberuntung dulu. Dengan demikian, ia selalu meratapi masa-masa indahnya. Dan perbandingannya seperti ini membuat seseorang merasa sedih.

c.    Membanding-bandingkan orang tertentu dengan orang lain. Dalam hal ini Anda memosisikan diri sebagai hakim. Anda menilai orang tertentu memiliki kekurangan dibanding orang lain. Contoh: seorang ibu membanding-bandingkan anaknya yang kecil dengan anaknya yang besar. Ia katakan pada anaknya yang lebih besar, “Coba lihat adikmu: ia melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan baik, sedang kamu sibuk dengan sesuatu yang tidak berguna.” Bisa juga perbandingan itu dilakukan pada anak sendiri dengan anak orang lain. Perbandingan seperti ini berarti mengirim pesan bahaya sang ibu yang terjadi di luar kesadarannya. Orang yang dijadikan objek perbandingan akan merasa rendah diri di hadapan orang lain. Perasaan rendah diri akan melahirkan rasa dendam pada mereka yang dinilai lebih baik dan perasaan marah pada orang yang membandingkannya dengan orang lain.

Saya sengaja menyebut mencela, mengkritik, dan membandingkan ini dengan istilah “tiga pembunuh” karena ketiganya mengandung racun yang langsung mengguncang jiwa orang, melahirkan  perasaan negatif, merampas kebahagiaan, dan menjauhkannya dari impian hidup. Semua itu adalah dampak dari pikiran negatif.

Kekuatan pikiran negatif
Di awal pembahasan sudah dikemukakan delapan belas prinsip “kekuatan pikiran”, yaitu
1.    Pikiran memiliki program yang kuat,
2.    Pikiran membuat file-file akal,
3.    Pikiran membuat pola pikir (mindset),
4.    Pikiran memengaruhi persepsi,
5.    Pikiran memengaruhi perasaan,
6.    Pikiran memengaruhi perilaku,
7.    Pikiran memengaruhi hasil,
8.    Pikiran memengaruhi citra diri,
9.    Pikiran memengaruhi penghargaan terhadap diri sendiri,
10.    Pikiran memengaruhi rasa percaya diri,
11.    Pikiran memengaruhi kondisi jiwa,
12.    Pikiran memengaruhi kesehatan,
13.    Pikiran tidak mengenal jarak,
14.    Pikiran melampaui batas zaman,
15.    Pikiran melampaui faktor waktu,
16.    Pikrian memengaruhi hukum akal bawah sadar, dan
17.    Pikiran dan mata rantai persepsi.

Saya ingin bertanya kepada Anda:
Apakah berpikir negatif membuat pikiran menjadi positif? Jawabannya jelas tidak. Sebaliknya, pikiran negatif menghasilkan perasaan, perilaku, dan dampak negatif. Selain itu, pikiran negatif membuat Anda selalu khawatir. Para ilmuwan di Universitas Stanford melakukan penelitian tentang kekuatan pikiran negatif dan pengaruhnya terhadap organ tubuh. Hasilnya, pikiran negatif membuat lambung mengeluarkan asam sangat kuat. Mereka mengambil asam tersebut, lalu diletakkan pada makanan tikus yang dijadikan objek penelitian. Hasilnya sungguh mencengangkan: tikus itu mati karena kuatnya kadar asam itu. Para ilmuwan terus mengulang penelitian dan hasilnya tetap sama: kematian.

Jika lambung mengeluarkan asam sekuat itu hingga dapat membunuh binatang, lantas seperti apa pengaruhnya pada manusia? Jawabannya jelas, asam tersebut mendatangkan penyakit, hal itu dibenarkan oleh satu penelitian yang dilakukan oleh fakultas kedokteran di San Fransisco pada tahun 1985. Penelitian tersebut menegaskan bahwa pikiran negatif menyebabkan 75% lebih penyakit organik, seperti jantung, tekanan darah tinggi, vertigo, dan kanker.
   
    Pengaruh pikiran negatif
Ketika berpikir negatif, Anda merangsang akal untuk fokus pada hal-hal negatif. Maka, otak membukakan file yang diberi label pikiran negatif. Pada waktu yang bersamaan, ia menggagalkan seluruh informasi positif yang lain. Dalam satu waktu akal manusia tidak bisa berkonsentrasi kecuali pada satu informasi. Kemudian ia menggeneralisasi informasi tersebut dan memperkuatnya dengan mencarikan bukti yang mendukungnya. Aktivitas ini memengaruhi fisik Anda dalam bentuk ekspresi wajah, gerakan organ tubuh, dan tarikan napas. Aktivitas itu juga memengaruhi perasaan, sikap, dan perilaku Anda. Jika sudah demikian, Anda akan bertindak negatif. Hasil yang Anda dapat pun sesuai dengan tindakan Anda, baik menyangkut kehidupan spiritual, kesehatan, keluarga, sosial, pekerjaan, dan keuangan.

    Citra diri Anda semakin kuat. Anda melihat diri sendiri seperti pikiran dasar yang ada dan itu memengaruhi penghargaan Anda terhadap diri sendiri. Selanjutnya, kondisi jiwa Anda akan selalu berhubungan dengan penderitaan yang tampak dari sikap hidup Anda seperti cemas, takut, sedih, gelisah, frustrasi, dan merasa kesepian. Semua itu mengundang penyakit fisik seperti pusing, infeksi, sakit jantung, tekanan darah tinggi, kanker, dan lain-lain. Semua penyakit itu berasal dari satu sumber: pikiran negatif. Pikiran tersebut menjadi pola pikir (mindset) berikutnya dan menghasilkan sesuatu yang tidak berbeda. Semakin sering Anda menggunakannya, ia semakin kuat. Kerja pikiran melampaui batas waktu dan tempat hingga ia dapat menemukan pikiran yang serupa kapan dan di mana saja. Hukum aktivitas akal bawah sadar menyebarkan pikiran sejenis ini. Selain itu, ia juga memberi informasi-informasi serupa dan sejalan dengan hukum gravitasi. Begitulah pikiran berenang mengarungi samudra memori Anda, mencari informasi yang menguatkan, dan menjadi bukti pikiran utama. Hal itu membuat Anda sangat sensitif terhadap informasi dari dunia luar yang sejenis dengan pikiran negatif. Semua itu bekerja dengan teliti dan sangat aktif sesuai jalan pikiran Anda. Sumbernya adalah satu: pikiran negatif yang membuat hidup Anda sebagai mata rantai penderitaan.

    Mari kita lanjutkan pembahasan tentang kekuatan pikiran dan berpikir negatif serta bagaimana ia memberi kekuatan pada ego rendah.

    Ego rendah dianggap sebagai tantangan terbesar bagi manusia dalam hidupnya. Ego rendah ini sangat negatif dan bersifat duniawi. Ia hanya fokus pada kesenangan dan nafsu. Kegiatan utamanya adalah membuat Anda selalu merasa benar kendati Anda salah. Ego rendah ini cenderung egois, sombong, dan arogan. Yang tampak di pelupuk mata hanya keuntungan pribadi dan mengesampingkan kepentingan orang lain. Itulah ego yang mengumbar permusuhan, membenci, dendam, dan iri. Ego itulah yang sering membuat kita marah dan berteriak-teriak. Ego itulah yang mendorong kita bersang hingga melahirkan rasa takut, cemas, dan frustrasi. Ego itulah yang menyebabkan seseorang hidup di bawah bayang-bayang masa lalu dan takut menghadapi masa depan. Itulah ego yang membuat orang berperilaku buas hingga berbuat zina, membunuh, mencuri, dan merampas hak orang lain. Itulah ego yang membuat orang merasa hidupnya tidak aman.



Jumat, 27 Desember 2013

Dampak Berpikir Negatif


Respons Menyerang atau Lari
Sebelum saya menjelaskan respons menyerang atau lari, ada baiknya saya menceritakan peristiwa yang saya alami kira-kira enam bulan lalu:

    Saat baru keluar dari rumah menuju mobil, tiba-tiba saya melihat seekor anjing besar berlari cepat menuju ke arah saya. Saya tak sempat berpikir: dari mana anjing itu datang? Siapa pemiliknya? Mengapa dibiarkan begitu? Bukankah itu melanggar hukum dan pemiliknya bisa dipenjara? Intinya saya tidak sempat berpikir apa pun. Saya serasa terbang dan secara reflek lompat secepat kilat, kemudian masuk ke dalam mobil da menutup pintunya rapat-rapat. Dari dalam saya memandangi anjing itu. Tidak lama kemudian saya melihat seorang perempuan datang tergopoh-gopoh dari sebuah rumah di sekitar tempat itu. Ia berkata, “Jangan takut! Dia itu Micky. Ia datang untuk mengucapkan selamat kepada Anda dan ingin bermain dengan Anda.” Saya marah besar pada perempuan itu karena menyepelekan peristiwa yang saya hadapi. Saya buka kaca jendela dan bertanya, “Boleh aku tahu siapa Anda?” Ia menjawab, “Aku tetangga baru Anda. Dan ini anjingku, Micky namanya. Ia suka bermain dengan orang lain.” Saya hanya tersenyum karena lidah saya sudah kelu, jantung berdetak seperti suara genderang pesta pernikahan, dan tekanan darah saya naik. Saya bekeringat seperti di tengah hari yang panas dan napasku tersendat-sendat. Saya menunggu sampai tetangga itu pulang membawa Micky. Setelah itu, saya kembali masuk ke rumah sampai kondisi normal kembali.

    Penahkah Anda merasakan peristiwa seperti yang saya alami? Mungkin lift yang Anda alami berhenti di tengah-tengah atau pengalaman di pesawat yang mengalami turbulensi? Kondisi inilah yang oleh para pakar disebut keadaan “menyerang atau lari”.

    Ketika seseorang merasa jiwanya terancam bahaya, baik dalam dunia nyata atau dunia imajinasi, maka akal-perasaan yang bertanggung jawab atas kelangsungan hidup melampaui akal-analitik yang bertanggung jawab menganalisis dan memahami peristiwa dengan rasional. Dalam kondisi seperti itu tidak ada yang bisa dipikirkan seseorang selain bertahan hidup. Adrenalinnya akan meningkat dan memberi kekuatan luar biasa pada otot-otot dalam tubuhnya, terutama pada otot kaki dan tangan. Gejala tersebut disertai tekanan darah yang meningkat, detak jantung berpacu cepat, napas terengah-engah, serta konsentrasi dan ukuran mata betambah lebar. Reaksi yang dilakukan untuk melindungi diri adalah menyerang atau lari.

    “Respon menyerang atau lari (fight or flight respose)” disebut juga “kewaspadaan terhadap kelangsungan hidup”. Hal ini terjadi ketika kehidupan seseorang terancam. Yang demikian ini tergolong respons positif yang membantu seseorang tetap dapat bertahan hidup. Contoh: ketika seseorang sedang menikmati kebersamaan dengan keluarganya, tiba-tiba ia melihat seekor ular besar mendekati mereka. Tentu ia akan melakukan apa saja untuk menjauhkan ular yang berbahaya ini. Mungkin ia akan memukul ular itu dengan benda apa saja yang ada, atau membawa mereka pergi. Respons seperti ini wajar dan pasti dilakukan untuk mempertahankan hidup. Namun, di sisi lain, respons menyerang atau lari juga bisa disebabkan oleh pikiran negatif, yaitu ketika seseorang menggunakan kekuatan akal-perasaan, adrenalinnya mengalir deras di otot sekujur tubuh, dan tekanan darahnya meningkat, ketika menyikapi persoalan sehari-hari yang sebenarnya tidak memerlukan respons seperti itu.

Beberapa contoh:
Ketika seseorang punya “penyakit” takut berbicara di depan umum, tiba-tiba pimpinan di tempat kerja menyodorkan produk yang baru dihasilkan untuk dipresentasikan di hadapan direksi dan karyawan. Dalam kondisi seperti ini, ia pasti merasa sangat takut dan bingung. Mungkin di dalam dirinya ada dorongan untuk “lari atau menyerang”. Ia akan menolak tugas tersebut dan memilih keluar dari tempat kerja agar bisa lari menghindari “sumber bahaya”.

    Contoh lain: seseorang terlibat konflik dengan istrinya. Saat itu ia marah besar kemudian ia meledakkan tekanan “menyerang atau lari” yang ada dalam dirinya. Ia mengambil sebilah belati, lalu menikam tubuh sang istri tujuh kali. Ketika kondisi mulai tenang, ia tidak percaya pada apa yang telah dilakukan. Akhirnya ia pun mengakhiri hidupnya sendiri.

    Ini kisah nyata yang disebabkan oleh pikiran negatif yang terus dipelihara hingga meledakkan dorongan “lari atau menyerang” dalam diri. Dorongan ini membuat sikap seseorang seperti menghadapi ancaman sangat berbahaya.

    Di antara persoalan sederhana yang tidak mengancam kehidupan kita, tetapi acap kali meledakkan respons menyerang atau lari adalah:
•    Perbedaan pendapat di antara sami dan istri, atau dengan orang lain.
•    Seseorang tiba-tiba membelokkan mobil di depan Anda.
•    Pimpinan di tempat kerja meminta Anda menghadap.
•    Ketika seorang murid menghadapi ujian.
•    Wawancara dengan pimpinan salah satu perusahaan untuk mendapatkan pekerjaan baru.
•    Semua jenis penyakit takut yang tergolong ringan, seperti takut naik pesawat, takut kertinggian, takut kegelapan, takut pada serangga, takut sendirian, takut kegagalan, takut akan masa depan yang tidak jelas, takut pada keramaian, takut berbicara di depan banyak orang, dan sebagainya.
•    Perasaan waswas yang menyebabkan seseorang mandi berkali-kali sekian lama. Karena rasa waswas ini, seseorang tidak mau mandi atau berwudu. Contohnya banyak sekali dan dapat ditemukan di sekitar Anda atau dalam diri Anda sendiri.

Respons menyerang atau lari  terdiri atas tiga kelompok utama:
Kelompok pertama: sesuatu yang nyata.

    Pada kelompok ini seseorang berada di tempat berbahaya, baik berupa kebakaran, menghadapi binatang buas, tenggelam, kecelakaan, perang, seseorang mengarahkan pistol ke kepalanya, perampok yang mengancam dengan pisau, perkelahian, dan lain sebagainya. Dalam kondisi seperti ini respons menyerang atau lari sangat penting untuk melindungi diri.

Kelompok kedua: sesuatu yang bersifat imajiner.

    Pada kelompok ini seseorang tidak ada bersama sesuatu yang dikategorikan mengancam jiwanya. Ia hanya berpikir dan berkhayal sedang berada dalam situasi terancam. Dalam kondisi seperti ini akal membukakan file-file terkait dengan perlindungan diri. Adrenalin meningkat dan menyebar ke sekujur tubuh. Akal perasaan mulai aktif. Bersama dengan itu, detak jantung bertambah kencang, napas tersengal, tekanan darah naik, dan perubahan-perubahan lain, baik internal atau eksternal, yang mengindikasikan orang tersebut seperti benar-benar menghadapi bahaya. Sigmund Freud adalah ilmuwan pertama yang menegaskan bahwa akal bawah sadar tidak mengenal perbedaan antara sesuatu yang nyata dan imajiner. Maka, dalam dua kondisi ini ia tetap akan membukakan file-file yang korelatif dan menyempurnakan proses berpikir. Salah satu contoh keadaan di mana seseorang menggunakan imajinasinya lalu mengikat dengan perasaannya hingga meledakkan respons “menyerang atau lari” adalah memikirkan pertemuan yang akan datang. Maka, muncullah rasa takut dan meledakkan respons menyerang atau lari. Contoh lain adalah cemas menghadapi ujian, wawancara dengan pimpinan perusahaan atau orang penting, memikirkan kematian, perselisihan dengan salah seorang kawan yang menimbulkan perasaan tidak enak, dan lain sebagainya. Semua itu hanya terjadi di dunia fantasi, tapi bisa meledakkan respons menyerang atau lari seperti benar-benar nyata.

Kelompok ketiga: persepsi.

    Pada kelompok ini seseorang menyadari persoalan sederhana yang dihadapi sehari-hari seolah mengancam hidupnya. Kelompok ini sudah disinggung sebelumnya, seperti perselisihan suami istri, masyarakat, wawancara penting, berbicara di depan umum, ujian, dan lain sebagainya.

    Tiga kelompok tersebut menjadikan akal perasaan bersikap sama, meningkatkan pacuan adrenalin, dan menciptakan perubahan fisiologis. Bayangkan, Allah memberikan kondisi yang     demikian kuat ini agar kita bisa melindungi diri dan mempertahankan hidup. Respons tersebut sama-sama akan bereaksi, baik ketika kita berselisih dengan pasangan hidup atau dengan kawan hingga membuat kita seolah benar-benar menghadapi bahaya.

    Respons lari berhubungan dengan rasa takut, sedangkan respons menyerang berhubungan dengan marah. Keduanya diatarbelakangi oleh pikiran negatif yang membuat seseorang berpikir tidak logis dan meledakkan kekuatan yang ada dalam dirinya. Kekuatan ini melampaui segala khayalan tentang sesuatu yang hanya perlu disikapi dan dipelajari dengan bijak hingga dapat dimanfaatkan untuk kemajuan.

    Mulai saat ini, sadarilah pikiran Anda sebelum bertambah negatif dan menjadikan Anda mengambil respons seolah sedang menghadapi bahaya.


Rabu, 23 Oktober 2013

Faktor faktor Penyebab Berpikir Negatif_9

Persahabatan Yang Tidak Baik


Saya menghadiri undangan makan malam di rumah seorang kawan. Di rumah itu hadir sekitar tiga puluh orang. Mereka berbincang-bincang tentang politik dan mencaci maki para tokohnya. Tidak lama kemudian, tema pembicaraan beralih pada problem kehidupan dan kondisi psikologis yang terjadi pada kami. Selanjutnya beralih pada membicarakan orang lain dengan cara-cara negatif. Saat itu saya merasa tidak nyaman. Maka, setelah mengucapkan terima kasih kepada kawan, saya pamit pulang. Setiba di rumah, apa yang terjadi di sana saya tulis dalam agenda. Ternyata pikiran negatif mengundang daya tarik pikiran sejenis dan mengundang banyak hal, seperti yang berlaku dalam hukum gravitasi.

    Jadi, persahabatan yang tidak baik menyebabkan kita berkonsentrasi pada hal-hal negatif. Akal pun membukakan file-file negatif hingga menghasilkan sesuatu yang serupa dengannya. Pepatah Arab mengatakan, “Teman duduk seseorang menggambarkan dirinya.” Rasulullah saw. bersabda, “Seseorang itu tergantung agama temannya. Maka, perhatikan olehmu dengan siapa engkau berteman.” Ibu mendoakan saya, “Anakku, semoga Allah menjauhkanmu dari teman-teman yang tidak baik.”

    Pikiran negatif menjadikan bahasa seseorang menjadi negatif dan yang terdengar hanya keluhan. Hal itu membuat orang-orang yang berpikir positif tidak tertarik untuk berinteraksi dengannya. Sebab, orang-orang yang berpikir positif memiliki pola pikir berorientasi solusi, maju, dan berkembang. Sementara orang-orang yang berpikir negatif hanya berkutat pada problem, menular pada orang lain.

    Hal ini mengingatkan saya pada seorang ibu yang menemui saya usai seminar sore hari dengan tema “Rahasia Keberhasilan Hubungan Suami-Istri.” Ia berkata kepada saya, “Doktor, semua yang Anda katakan tentang pikiran negatif itu kurasakan kebenarannya. Tidak salah jika Anda katakan bahwa pikiran negatif dapat menyebabkan perceraian.” Kami pun menasehatinya untuk tidak mengajak orang lain ikut campur dalam kehidupan kita. Setelah itu ia berkata, “Kurasa suamiku tidak lagi memerhatikanku seperti dulu. Aku selalu berpikir dan membanding-bandingkan bahwa hubungan kami saat ini sudah tidak semanis dulu. Aku mulai meragukannya: jangan-jangan ia menjalin hubungan gelap dengan perempuan lain. Pikiran negatif ini meracuni otakku hingga aku seperti tidak waras lagi. Suatu hari aku datang memenuhi undangan seorang temanku. Saat itu aku menceritakan perasaanku kepadanya. Ternyata ia sependapat denganku. Ia mengaku mengalami hal yang sama. Tidak lama kemudian, ia memergoki suaminya bermesraan dengan perempuan lain.  Sang suami tentu tidak bisa mengelak. Namun, ia berjanji untuk meninggalkan wanita simpanannya. Dan benar, ia pun menepati janjinya. Tapi sejak saat itu, ia tidak lagi percaya pada suaminya. Bahkan tekadnya untuk minta cerai sudah bulat.”

    Selanjutnya ia berkata kepada saya, “Doktor, setelah pulang dari rumah temanku, aku benar-benar terpukul. Di rumah aku menunggu suamiku pulang. Setelah ia datang, aku menyambutnya sesuai dengan nyala pikiranku. Ia tidak meladeniku. Ia justru memintaku membuktikan sendiri untuk memastikan bahwa ia bekerja berjam-jam untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan anak-anak agar dapat hidup dengan layak. Saat itu aku merasa sedikit lega, tapi ucapan temanku tetap terngiang-ngiang di telingaku sepanjang malam. Akibatnya. Aku tidak bisa memejamkan mata. Hari berikutnya, aku menghubungi seorang kawan dan memintanya memata-matai suamiku. Aku hanya ingin memastikan ia tidak menghianatiku. Ternyata benar, suamiku dizalimi kecurigaanku. Sebab, ia benar-benar bekerja keras sepanjang hari. Bahkan, ia juga melakukan pekerjaan lain untuk meningkatkan kesejahteraan kehidupan keluarga. Aku merasa lega, tapi juga resah karena pikiran negatif yang muncul di benakku mengundang pikiran negatif lainnya.”

    Seseorang yang berpikir negatif akan mendapatkan penguatnya. Maka, terjadilah semacam pembenaran dan menambah problem semakin kompleks. Pepatah mengatakan, “Kesengsaraan menarik kesengsaraan lain. Orang yang sengsara menarik orang lain untuk sengsara pula.”

    Pikiran negatif membuat seseorang merasa senang pada orang yang mendukung pendapat negatifnya dan orang yang memiliki pikiran sejenis dengannya. Jadi, pikiran negatif melahirkan persahabatan yang negatif. Persahabatan negatif memperkuat pikiran negatif. Dengan begitu orang tersebut hidup dalam rotasi negatif. Tak pelak permasalahan yang dihadapi semakin membesar dan hidupnya semakin tak terarah.

Media informasi
Saya shalat Jumat di satu masjid di Montreal. Saat itu khatib menyebut televisi sebagai “layar setan”. Saat itu ia berbicara tentang waktu yang terbuang percuma dan bagaimana kebanyakan orang menyia-nyiakan waktu untuk sesuatu yang tidak bermanfaat dan berbahaya. Siaran televisi semakin tidak bermakna, tidak seperti dulu lagi. Usai shalat saya mendekati sang khatib. Saya mengucapkan selamat kepadanya yang berhasil memengaruhi hadirin dengan kuat. Saya bertanya, “Apa yang Anda maksud dengan layar setan?” Ia menjawab, “Allah memberi kita akal agar digunakan untuk sesuatu yang bermanfaat. Dengan akal kita diperintahkan banyak berpikir tentang penciptaan langit dan bumi. Dengan akal pula kita diharapkan dapat semakin dekat kepada-Nya. Tetapi, ternyata ada orang yang menjadikan akal yang luar biasa ini untuk kejahatan. Kita lihat televisi menayangkan para artis yang erotis. Tujuannya tentu mengumbar syahwat, menjadikan masyarakat, terutama kaum remaja, terjerumus ke lembah perzinaan.” Lebih lanjut ia berkata, “Kalau pun ada berita, bahasa yang digunakan bersifat negatif dan membuat orang yang menyaksikan merasa pesimis. Selain itu, televisi memengaruhi dan menakut-nakuti masyarakat. Sajian iklan dan musik yang sangat memengaruhi masyarakat dan mendatangkan kehidupan yang ironis. Hal ini terbukti secara ilmiah.” Dan ia berkata, “Bahasa kita menjadi negatif dan menyedihkan gara-gara layar laknat itu. Selaku dai, aku berkewajiban mengingatkan masyarakat akan bahayanya.”

    Ini contoh sederhana bahwa media informasi memiliki kekuatan untuk memengaruhi pemirsanya. Sebagian besar program yang disajikan hanya fokus pada masalah pengaruh seksualitas. Hal itulah yang membuat seseorang betah menyaksikannya berlama-lama.

    Saya punya teman yang taat beragama. Ia memutuskan untuk tidak menghadirkan televisi ke rumahnya. Ketika saya tanya, “Mengapa Anda lakukan itu?” Ia menjawab, “Karena terlalu banyak hal yang tidak bermanfaat di dunia ini, tidak seperti yang kami lihat di masa lalu. Program-program yang mereka sajikan tidak membantu kita mendekatkan diri kepada Allah.” Ia menambahkan, “Aku akui ada beberapa stasiun yang menyajikan program bagus dengan menyajikan para pakar, baik di bidang agama, akhlak, maupun karier. Namun, program yang lain sama sekali tidak memotivasi apa-apa. Yang ada hanya mendatangkan kerusakan, buang-buang waktu, mengundang pikiran negatif, dan menebarkan pesimisme pada masyarakat. Karena itu, aku putuskan untuk tidak menghadirkan televisi di rumahku. Uang yang ada aku gunakan untuk membeli kaset-kaset ajaran agama. Itulah yang bermanfaat bagiku dan anak-anakku.” Setelah itu ia mendekati saya dan berkata, “Doktor Ibrahim, layar ini sangat berbahaya. Jika tidak ada yang mengawasi, bisa menyebabkan kerusakan luar biasa. Maka, bertakwalah pada Allah pada setiap suguhan orang.”

    Ini contoh lain tentang kekuatan pengaruh media informasi dan bagaimana ia menjadi penyebab utama lahirnya pesimisme dan pikiran negatif yang membuat seseorang fokus pada hal-hal negatif. Itulah upaya menarik perhatian orang agar terus menyaksikannya.”

    Suatu hari seorang berkebangsaan Arab datang menemui saya di kantor, di Montreal. Ia berkata, “Tidakkan Anda menonton televisi yang menayangkan seminar sore hari Anda dan mengomentarinya dengan cara-cara yang negatif?” Saya jawab, “Tidak, aku tidak menontonnya. Sebenarnya aku tidak peduli dengan semua itu.” Ia berkata, “Doktor, ada beberapa orang yang sangat terpengaruh dengan tontonan itu. Alhasil mereka mengomentari Anda secara serampangan” Saya katakan, “Aku berdoa supaya Allah menunjukkan kebenaran pada mereka. Aku tidak ingin membuang-buang energi untuk meladeni mereka. Apalagi aku mendapatkan pahala kebaikan mereka.”

    Media informasi menjadi penyebab utama dalam memengaruhi orang dengan cara-cara yang negatif. Akibatnya pikiran dan konsentrasi terbentuk dengan pola yang serupa.

Sabtu, 29 Juni 2013

Faktor-faktor Penyebab Berpikir Negatif_8

Semangat yang lemah

Pernahkah Anda merasa tidak ingin melakukan sesuatu atau tidak ingin berbicara dengan seseorang? Pernahkah Anda mendengar seseorang berkata, “Hari ini aku tidak punya semangat sama sekali.”

    Sejatinya kondisi semangat yang lemah menimbulkan masalah bagi seseorang, baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain. Ketika seseorang merasa semangatnya melemah, ia mencari pelarian dari keadaan ini. Bisa dengan menonton televisi selama berjam-jam, makan meski tidak lapar, merokok, menenggak minuman keras, atau mengonsumsi narkoba. Kondisi ini bisa menjadi penyebab utama hilangnya berbagai kesempatan dan dapat memicu konflik rumah tangga yang berujung pada perceraian.

    Ciri-ciri orang yang bersemangat lemah: raut wajahnya kusut, konsentrasi negatif, perilakunya negatif, emosional, banyak diam, tertutup, dan suka menyendiri.

    Seorang kawan saya mengeluhkan istrinya yang tidak mau keluar, menolak setiap undangan, dan emosional terhadap dirinya dan anak-anaknya. Kondisi ini membuat mereka hidup diliputi penderitaan.

    Saya meminta kawan itu menceritakan bagaimana sang istri menghabiskan waktunya. Ia berkata, “Dahulu ia terbilang sangat aktif. Ia suka keluar, membaca, dan punya banyak perhatian.tiba-tiba ia menjadi sosok yang sama sekali tidak kukenal. Ia menjadi tidak punya minat pada apa pun. Ia tidak lagi mau menghadiri undangan teman-teman, tidak mau makan malam di luar, bahkan membaca pun ia tinggalkan. Satu-satunya yang ia lakukan adalah pergi ke tempat kerja, pulang, lalu menonton televisi sekian lama. Ia tampak kelelahan hingga ketika berbicara cenderung emosional. Selain itu, ia gampang marah meski hanya sebab-sebab yang remeh.”

    Saya meminta bertemu dengan istrinya. Ketika hal itu ditawarkan kepada istrinya, ia menolak. Seminggu kemudian ia sendiri yang datang menemui saya. Ketika berdiri di hadapan saya, kesan yang muncul adalah ia orang yang tidak memerhatikan penampilan karena merasa berada di dunia lain. Setelah berbasa-basi panjang saya bertanya, “Apa yang Anda lakukan sepanjang hari?” Ia menjawab, “Tidak ada. Aku kehilangan semangat seperti orang sakit. Aku juga tak punya selera makan. Aku sendiri tidak tahu mengapa ini terjadi.”

    Labih lanjut ia berkata, “Padahal hidupku terbilang mapan. Aku bekerja sebagai manajer bidang hubungan masyarakat di sebuah perusahaan obat-obatan berskala internasional. Gajiku lumayan besar. Di antara tugasku adalah memerhatikan para buruh, dan berhubungan dengan top manajemen menyangkut negosiasi dengan vendor.

    Aku seorang ibu dari tiga anak. Semua anakku punya prestasi akademis yang bisa dibanggakan. Suamiku tak ubahnya anugerah besar dari Allah. Ia sangat istimewa, begitu juga dengan anggota keluargaku yang lain. Aku bersyukur ke hadirat Allah karena diberi kehidupan yang dinamis.”

    Saya bertanya, “Kapan terakhir kali Anda mengambil cuti untuk istirahat dari kerja?” Ia bilang, “Sudah lama aku tidak mengambil cuti karena aku sibuk di tempat kerja, di rumah, kehidupan sosial, dan menghadiri undangan, bai formal maupun informal.”

    Dari perbincangan itu saya menangkap isyarat bahwa kegiatan dan tanggung jawab yang tak berkesudahan telah membuat seseorang merasa remuk redam. Selanjutnya menyebabkan kondisi semangatnya melemah. Pada gilirannya, menyebabkan penolakan internal terhadap tugas-tugas tak berkesudahan itu. Itulah yang oleh para pakar disebut “refleksi psikologis”. Dengan demikian, pikiran negatif singgah dalam otak seseorang dan menghantarkannya pada kondisi kehilangan semangat dalam hidup ini.


Faktor-faktor Penyebab Berpikir Negatif_7

Konsentrasi yang negatif

Seseorang berkata pada saya, “Aku telah kehilangan segala-galanya.” Saya katakan kepadanya, “Aku turut berduka atas kepergian istrimu.” Mendengar saya berkata demikian, ia tercengang dan bekata, “Siapa yang bilang istriku meninggal dunia? Istriku masih hidup dan alhamdulillah sehat.”

    “Kalau begitu, aku turut prihatin karena kanker menggerogoti tubuhmu, “kata saya.

    “Aku tidak sakit, Doktor,” kilahnya.

    Aku bertanya, “Bagaimana keadaan anakmu yang paling besar? Apakah ia masih mengonsumsi narkoba?” Dengan marah orang itu berkata,” Jangan sembarangan berkata begitu, Doktor. Anakku sama sekali tidak pernah menyentuh narkoba. Dia pemuda yang patuh pada agama dan berprestasi.”

    Saya katakan lagi, “Lantas apakah Anda sudah menemukan putri yang paling besar? Atau ia masih lari dari rumah?”

“Doktor, sepertinya yang Anda maksud adalah orang lain,” katanya. “Sebab putriku tidak pernah lari dari rumah. Justru sebaliknya, ia sangat bahagia dan taat beragama dan sebentar lagi ia akan menikah.”

Saya katakan lagi, “Apakah Anda dijatuhi hukuman penjara? Atau, Anda sudah berhasil menyelesaikan permasalahan itu?”

Ia menatapku dalam-dalam dan berkata, “Doktor Ibrahim, aku sangat menghormati Anda. Ucapan Anda tidak wajar. Apa yang Anda ucapkan tidak pernah terjadi padaku atau keluargaku. Aku jadi penasaran, mengapa Anda berkata seperti itu?”

Saya katakan padanya, “Mari kita ulangi sekali lagi apa yang Anda utarakan kepadaku. Menurut Anda, istrimu masih hidup dan sehat, anakmu patuh pada agama dan berprestasi, putrimu juga demikian, bahkan sebentar lagi akan menikah. Semua anak-anak Anda baik-baik saja. Bukankah begitu?”

“Ya, alhamdulillah,” jawabnya.

Saya bertanya, “Lantas, Anda kehilangan pekerjaanku.”

“Apakah itu berarti Anda kehilangan segala-galanya?” tanya saya dengan nada tinggi.

“Tidak,” jawabnya. “InsyaAllah aku mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.”

Ini contoh pikiran negatif yang menyebabkan konsentrasi yang negatif. Pada gilirannya, pikiran ini akan membuat seseorang memusatkan perhatian pada rintangan dan melupakan hal-hal positif yang ada dalam hidupnya. Ketika konsentras itu dilakukan berkali-kali maka akan menjadi keyakinan yang melahirkan masalah yang tak berujung.

Saya akan menceritakan kisah lain tentang konsentrasi negatif yang bersumber dari pikiran negatif. Ketika saya berhasil meraih cita-cita menjadi juara tenis meja di Mesir ke kejuaraan tingkat dunia di Jerman. Alhamdulillah, saya terpilih. Saya sangat senang. Tetapi, ketika kembali ke Mesir, saya mengalami sesuatu yang lain. Saya percaya tidak satu pun pemain Mesir dapat mengalahkan saya. Karena itu, latihan saya berkurang. Selain itu, saya juga tidak mengindahkan pelajaran di sekolah. Karena itu saya menghadapi pelajaran yang sama sekali tidak kuduga. Saya kalah di ajang kejuaraan Sporting Club terbuka, klub olahraga yang saya wakili dan berlatih di situ. Di sisi lain, saya juga gagal di ujian akhir tingkat menengah. Saya shock berat hingga tidak mau menemui siapa pun. Saya hanya mengurung diri di kamar dan kehilangan rasa percaya diri.

Suatu hari, ayah masuk ke kamar saya. Ia bilang, “Dalam olahraga pasti ada menang dan kalah. Begitu pula dalam hidup ini. Apa yang terjadi padamu tidak terlalu penting. Yang terpenting adalah apa yang akan kamu lakukan menghadapi apa yang akan terjadi denganmu. Jika begini caramu menyikapi kekalahan, sejak hari ini pula aku tidak akan mengizinkanmu bermain tenis meja.” Kata-kata ayah seperti air es pada hari yang panas. Saat itu juga konsentrasi saya berubah. Dengan tenang saya mulai berpikir. Ternyata hadiah yang diberikan Allah kepada saya adalah kesadaran baru yang membuat konsentrasi saya terhindar dari tipu daya dan membuat saya memerhatikan pelajaran sekolah lagi. Maka, saya memutuskan untuk rajin belajar dan berlatih seperti dulu.

Pada ajang kejuaraan terbuka tingkat nasional, saya berhasil menggondol juara pertama. Saya juga lulus menghadapi ujian akhir. Inilah contoh tentang kekuatan pikiran yang melahirkan konsentrasi negatif dan yang tidak dapat Anda ubah kecuali dengan mengubah penyebab utamanya, yaitu pikiran negatif.



Faktor-faktor Penyebab Berpikir Negatif_6

Kehidupan masa lalu

Saya pernah bertanya pada salah seorang guru saya, “Apa yang paling memengaruhi hidup Anda?” Jawabannya sungguh mengesankan. Ia bilang, “Aku adalah aku yang sekarang ini dengan segala apa adanya. Segala yang terjadi di masa lalu telah berakhir. Aku tidak menggunakan masa laluku untuk diterima oleh masyarakat.” Saya katakan kepadanya, “Bukankah masa lalu bagian dari kehidupan kita?” Ia bilang, “Ya, tapi sudah berlalu dan saat ini sudah tidak ada lagi. Jika Anda hidup di masa lalu, Anda akan menderita.” Kemudian ia mendekati saya dan berkata, “Sekarang aku ingin bertanya kepada Anda: apakah mobil bisa berjalan dengan bahan bakar bulan kemarin?” Saya jawab, “Tentu tidak. Mobil dapat berjalan dengan bahan bakar yang Anda isikan hari ini.” Selanjutnya ia bertanya lagi, “Apakah pesawat bisa terbang dengan bahan bakar bulan kemarin?”

    Saya jawab tegas, “Tidak, karena sudah habis.” Ia berkata, “Semua itu sama dengan masa lalu manusia. Masa lalu hanya meninggalkan pengalaman, keahlian, ilmu, dan keterampilan. Namun, banyak orang hidup di masa lalu meski dengan pengalamannya yang negatif. Sekarang ia tetap menanggung kesedihan, padahal peristiwa menyedihkan itu terjadi di masa lalu. Jika pengalaman masa lalu itu bersifat positif dan membahagiakan, lalu seseorang membanding-bandingkannya dengan kondisi dirinya di masa kini, ia akan merasa sedih.” Ia menatap mata saya dan berkata, “Ibrahim, manusia tidak dapat hidup di masa lalu. Tetapi pikiran dan perasaannya dapat dibawa ke sana. Jika itu dilakukan, ia akan merasakan apa yang dirasakan di masa lalu. Jika yang ia rasakan pengalaman negatif maka semakin menumpuk dan menguat menggerogotinya. Karena itu, jika Anda benar-benar ingin bahagia, jadilah diri Anda saat ini.”

    Ucapan guru saya sangat filosofis. Saat itu memang saya tidak paham betul, tapi saya tidak melupakannya. Kata-kata itu saya tulis dalam buku harian, lalu saya biarkan tergeletak di tempatnya selama tiga tahun. Ketika membacanya kembali, saya takjub pada kekuatan informasi yang dikandungnya. Saya menjadi semakin berhati-hati dalam menyikapi masa lalu. Saya ingat pepatah mengatakan, “Seorang guru akan datang ketika murid-muridnya siap.

    Sekarang saya ingin bertanya pada Anda: pernahkah Anda memikirkan masa lalu yang kelam hingga merasakannya seperti dulu?

    Sebenarnya kita pernah melakukan itu. Sebagian besar maslah yang dihadapi manusia bersumber pada masa lalu dan masa depan. Keduanya tidak berwujud. Masa lalu sudah berakhir. Jika dapat memetik pelajaran dari masa lalu, Anda akan pandai menyikapi kehidupan. Jika tidak, Anda akan terpenjara oleh perasaan negatif yang ada dalam ingatan. Jika Anda putuskan untuk hidup di masa yang akan datang, Anda pun akan terpenjara oleh keraguan dan kebimbangan.

Saya ingin bertanya kepada Anda:
Maukah Anda menumpang taksi yang sopirnya melihat ke belakang? Tentu tidak. Mengapa? Sebab akan menabrak apa pun yang ada di depannya. Begitulah gambaran orang yang hidup di bawah bayang-bayang masa lalu. Ia akan membentur perasaan-perasaan negatif. Hari-hari hidupnya akan sia-sia ditelan fatamorgana pikiran.

    Betapa banyak surat yang saya terima setiap hari tentang pikiran negatif yang disebabkan pengalaman di masa lalu. Seorang gadis berusia dua puluh menulis surat kepada saya. Ia mengaku ketika berusia lima belas tahun pernah mimpi buruk. Karena sangat takut, ia teriak histeris. Namun, tak seorang pun yang langsung datang saat itu untuk melihat apa yang terjadi padanya. Semua orang sudah lelap dibuai mimpi masing-masing. Setelah teriak setengah jam, sang ibu datang tergopoh-gopoh dan menemuinya jatuh pingsan. Tanpa mengulur waktu, ia langsung dilarikan ke rumah sakit. Di sana ia diberi bantuan. Sejak saat itu ia menjadi takut pada tidur karena khawatir peristiwa buruk itu terulang kembali.

    Ini contoh sederhana tentang kehidupan di bawah bayang-bayang masa lalu yang membuat seseorang selalu berpikir negatif dan didukung oleh perasaan negatif.



Jumat, 28 Juni 2013

Faktor-faktor Penyebab Berpikir Negatif_5

Kehidupan masa lalu

Saya pernah bertanya pada salah seorang guru saya, “Apa yang paling memengaruhi hidup Anda?” Jawabannya sungguh mengesankan. Ia bilang, “Aku adalah aku yang sekarang ini dengan segala apa adanya. Segala yang terjadi di masa lalu telah berakhir. Aku tidak menggunakan masa laluku untuk diterima oleh masyarakat.” Saya katakan kepadanya, “Bukankah masa lalu bagian dari kehidupan kita?” Ia bilang, “Ya, tapi sudah berlalu dan saat ini sudah tidak ada lagi. Jika Anda hidup di masa lalu, Anda akan menderita.” Kemudian ia mendekati saya dan berkata, “Sekarang aku ingin bertanya kepada Anda: apakah mobil bisa berjalan dengan bahan bakar bulan kemarin?” Saya jawab, “Tentu tidak. Mobil dapat berjalan dengan bahan bakar yang Anda isikan hari ini.” Selanjutnya ia bertanya lagi, “Apakah pesawat bisa terbang dengan bahan bakar bulan kemarin?”

    Saya jawab tegas, “Tidak, karena sudah habis.” Ia berkata, “Semua itu sama dengan masa lalu manusia. Masa lalu hanya meninggalkan pengalaman, keahlian, ilmu, dan keterampilan. Namun, banyak orang hidup di masa lalu meski dengan pengalamannya yang negatif. Sekarang ia tetap menanggung kesedihan, padahal peristiwa menyedihkan itu terjadi di masa lalu. Jika pengalaman masa lalu itu bersifat positif dan membahagiakan, lalu seseorang membanding-bandingkannya dengan kondisi dirinya di masa kini, ia akan merasa sedih.” Ia menatap mata saya dan berkata, “Ibrahim, manusia tidak dapat hidup di masa lalu. Tetapi pikiran dan perasaannya dapat dibawa ke sana. Jika itu dilakukan, ia akan merasakan apa yang dirasakan di masa lalu. Jika yang ia rasakan pengalaman negatif maka semakin menumpuk dan menguat menggerogotinya. Karena itu, jika Anda benar-benar ingin bahagia, jadilah diri Anda saat ini.”

    Ucapan guru saya sangat filosofis. Saat itu memang saya tidak paham betul, tapi saya tidak melupakannya. Kata-kata itu saya tulis dalam buku harian, lalu saya biarkan tergeletak di tempatnya selama tiga tahun. Ketika membacanya kembali, saya takjub pada kekuatan informasi yang dikandungnya. Saya menjadi semakin berhati-hati dalam menyikapi masa lalu. Saya ingat pepatah mengatakan, “Seorang guru akan datang ketika murid-muridnya siap.”

    Sekarang saya ingin bertanya pada Anda: pernahkah Anda memikirkan masa lalu yang kelam hingga merasakannya seperti dulu?

    Sebenarnya kita pernah melakukan itu. Sebagian besar maslah yang dihadapi manusia bersumber pada masa lalu dan masa depan. Keduanya tidak berwujud. Masa lalu sudah berakhir. Jika dapat memetik pelajaran dari masa lalu, Anda akan pandai menyikapi kehidupan. Jika tidak, Anda akan terpenjara oleh perasaan negatif yang ada dalam ingatan. Jika Anda putuskan untuk hidup di masa yang akan datang, Anda pun akan terpenjara oleh keraguan dan kebimbangan.

Saya ingin bertanya kepada Anda:
Maukah Anda menumpang taksi yang sopirnya melihat ke belakang? Tentu tidak. Mengapa? Sebab akan menabrak apa pun yang ada di depannya. Begitulah gambaran orang yang hidup di bawah bayang-bayang masa lalu. Ia akan membentur perasaan-perasaan negatif. Hari-hari hidupnya akan sia-sia ditelan fatamorgana pikiran.

    Betapa banyak surat yang saya terima setiap hari tentang pikiran negatif yang disebabkan pengalaman di masa lalu. Seorang gadis berusia dua puluh menulis surat kepada saya. Ia mengaku ketika berusia lima belas tahun pernah mimpi buruk. Karena sangat takut, ia teriak histeris. Namun, tak seorang pun yang langsung datang saat itu untuk melihat apa yang terjadi padanya. Semua orang sudah lelap dibuai mimpi masing-masing. Setelah teriak setengah jam, sang ibu datang tergopoh-gopoh dan menemuinya jatuh pingsan. Tanpa mengulur waktu, ia langsung dilarikan ke rumah sakit. Di sana ia diberi bantuan. Sejak saat itu ia menjadi takut pada tidur karena khawatir peristiwa buruk itu terulang kembali.

    Ini contoh sederhana tentang kehidupan di bawah bayang-bayang masa lalu yang membuat seseorang selalu berpikir negatif dan didukung oleh perasaan negatif.



Faktor-faktor Penyebab Berpikir Negatif_4

Pengaruh Internal

Tentangan terbesar dalam hidup manusia adalah diriya sendiri. Tantangan ini tidak datang dari luar, tapi bersumber dari dalam diri. Tantangan yang paling berbahaya adalah kemampuan menerima diri sendiri apa adanya. Inilah faktor utama yang menyebabkan penderitaan yang dirasakan manusia.

    Izinkan saya menceritakan kepada Anda kisah gadis belia berusia lima tahun yang bernama Sandra:
Seorang karyawan datang menemui saya di Montreal. Ia meminta saya untuk datang ke rumahnya karena ada masalah dengan putrinya. Kami pun bertemu dan ia berkata kepada saya, “Doktor, musibah yang menimpaku teramat berat. Putriku menderita penyakit minder. Ia merasa hidungnya terlalu besar. Hal ini ia alami sejak tiga tahun silam. Selama itu pula sudah dilakukan beberapa kali operasi pada hidungnya, tapi tidak membuahkan hasil. Sandra belum bisa menerima keadaan dirinya. Akibatnya, ia menghindar bertemu orang lain. Yang lebih menyedihkan, bangku sekolah pun ia tinggalkan. Mungkin karena shock akibat terlalu sedih, ia sempat dilarikan ke rumah sakit jiwa sebanyak lima kali. Sekarang aku ikut menderita karena keadaannya. Terus terang kami tidak tahu lagi apa yang harus kami perbuat.”

Saya lantas meminta untuk bertemu Sandra. Sesuai waktu yang sudah disepakati, gadis belia itu datang menemui saya. Saya lihat ia sangat cantik. Hidungnya biasa-biasa saja. Tiba-tiba ia bertanya kepada saya, ”Doktor, apakah Anda sepakat denganku bahwa hidungku sangat besar?”

Saya tidak langsung menjawabnya. Saya masih ingin mengenalnya lebih jauh dan ingin menciptakan suasana yang nyaman. Saya ingin menggali alasan ia tidak bisa menerima keadaan dirinya. Dari perbincangan itu saya baru tahu penyebab utamanya adalah sesuatu yang oleh para pakar disebut “menerima diri sendiri”. Jika penyakit ini menyerang jiwa seseorang, ia tidak bisa menerima keadaan diri dan kehidupannya. Bahkan bisa membuatnya berpikir bunuh diri untuk mengakhiri penderitaannya. Ketika seseorang tidak bisa menerima keadaan dirinya, pada saat yang sama ia tidak dapat menghargai dirinya, kemampuannya, apalagi menghormati dirinya. Ia akan membenci dirinya sendiri. Karena terlalu benci, ia tidak mau bercermin.

Untuk kasus Sandra, kita harus melakukan sesuatu bersama-sama agar ia merasa nyaman dan mau menerima keadaan dirinya apa adanya. Dengan demikian, ia dapat tumbuh dan berkembang dalam hidupnya secara normal. Berkat pertolongan Allah, enam bulan kemudian Sandra pulih pada kondisi normal. Ia bisa menerima keadaan dirinya apa adanya.

Sekarang saya ingin bertanya kepada Anda: apakah Anda menerima kondisi diri Anda apa adanya? Adakah sesuatu dalam diri Anda yang tidak Anda sukai? Apakah Anda menghargai diri dan kemampuan Anda? Apakah Anda merasa lebih rendah dibanding orang lain? Apakah Anda mencintai diri apa adanya? Apakah Anda mengharuskan beberapa syarat untuk itu?

Jawaban Anda atas pertanyaan-pertanyaan sederhana ini akan memberikan gambaran tentang penerimaan diri sendiri. Jawaban Anda juga memberikan gambaran bagaimana ia memengaruhi sikap Anda terhadap diri sendiri serta penghargaan Anda terhadap diri sendiri dan kemampuan Anda.

Menurut saya, orang yang paling menderita adalah orang yang tidak bisa menerima keadaan diri sendiri. Sikap ini akan melahirkan serangkaian masalah yang tiada berujung. Semua masalah itu ada dalam diri sendiri. Jika itu terjadi, seseorang akan berpikir negatif tentang dirinya. Jika dibiarkan, lambat laun ia akan menderita gangguan kejiwaan dan penyakit fisik. Karena itu Allah berfirman, Sesungguhnya Allah tidak mengubah kondisi suatu kaum hingga mereka mengubah kondisi yang ada pada diri mereka sendiri (al-Ra’d: 11).

Citra diri, menghargai diri sendiri, menerima diri sendiri, mencintai diri sendiri, menghormati diri sendiri, percaya diri, kesadaran diri, dan nilai-nilai luhur yang dipegang teguh oleh diri sendiri, semua itu ada di dalam jiwa manusia, di dalam file-file akalnya dan tersimpan kuat di dalam akal bawah sadar. Penyebab utama penderitaan seseorang adalah dirinya sendiri yang terjadi berkali-kali, kemudian diikat oleh perasaan hingga menjadi keyakinan. Setelah itu, keyakinan itu diulang kembali oleh perasaan hingga menjadi kebiasaan yang dibawa sepanjang hidup.

Karena itu, menurut hemat kami, di antara penyebab pikiran negatif adalah pengaruh internal yang membuat seseorang menghancurkan kehidupannya sendiri.

Pengaruh eksternal

Di Peking, Cina, seorang guru perempuan berdiri memberi sambutan pada acara tutup tahun pelajaran. Dalam kesempatan tersebut ia mengusung tema “mencuri mimpi”. Ia berkata, “Itulah yang menyebabkan hilangnya mimpi-mimpi indah sebagian besar murid karena pandangan saya yang negatif terhadap cita-cita kalian.” Pada kesempatan itu ia meminta maaf pada semua murid atas sikapnya itu. Setelah berkata demikian, ia meminta komentar orang yang hadir. Seorang pemuda berusia 29 tahun berkata, “Ketika menjadi murid di sekolah ini, seorang guru memintaku menuliskan cita-cita dalam hidup ini. Saat itu yang aku tulis, ‘aku bercita-cita ingin jadi atlet karate nomor satu di dunia’. Guru itu datang menemuiku. Ia bilang cita-citaku omong kosong. Menurutnya, kendati sampai keluar dari Cina untuk mengejar cita-cita itu, aku tidak akan pernah bisa menggapainya. Setelah itu, ia memintaku menuliskan cita-cita yang lain. Aku benar-benar dibuat tidak bisa tidur karenanya. Selama satu bulan lebih aku sangat frustrasi. Tetapi, aku bersikeras untuk tetap pergi dan bekerja sebagai pencuci piring di sebuah restoran di Texas. Karena mereka memecatku, aku pun memutuskan untuk belajar atau mengikuti latihan karate. Tantangannya begitu keras. Tetapi, aku berhasil menggapai impianku. Namaku Bruce Lee.” Usai berkata demikian, orang itu menatap sang guru dan berkata, “Aku memaafkan Anda dan berterima kasih atas pernyataan Anda tadi agar Anda tidak menjadi pengaruh negatif bagi remaja.” Sambil tertawa ia berkata lagi, “Agar Anda tidak menjadi ‘pencuri mimpi’.”

    Sewaktu kecil, saya bercita-cita menjadi pahlawan bagi Mesir di bidang tenis meja. Ketika hal itu saya sampaikan kepada seseorang yang saya hormati, ia tertawa. Ia juga berkata bahwa saya tidak akan pernah bisa mewujudkannya. Sebab, menurut dia ada lebih dari dua ratus pemain tenis meja yang jauh lebih tangguh dari saya. Terus terang, saya merasa gagal karena sebenarnya saya berharap mendapatkan motivasi darinya. Peristiwa tersebut berpengaruh kuat pada saya. Berkali-kali saya introspeksi dan berkatadalam hati, “Benarkah saya dapat menjadi seorag juara? Apa yang membedakan saya dari para pemain yang lain?”

    Malam itu saya tidak dapat tidur lelap. Ucapan orang yang saya hormati itu telah merampas impian saya. Beruntung saya segera menemui seorang yang bernama Muhammad al-Hadîdî. Terima kasih saya ucapkan kepadanya yang telah memompa semangat dan melatih saya. Tidak sampai satu tahun, saya menjadi juara di Mesir. Muhammad al-Hadîdî menjadi pengaruh positif yang membantu saya mewujudkan mimpi-mimpi.

    Peristiwa itu membuat saya banyak berpikir. Pengaruh pertama hampir saja membuat saya meninggalkan impian, sedangkan pengaruh kedua mewujudkan mimpi indah saya. Keduanya sama-sama pengaruh dari luar, sama-sama memengaruhi saya dan menggerakkan saya seperti yang diinginkan. Saya tahu bahwa pengaruh eksternal yang datang dari kerabat, teman, dan media informasi bisa begitu kuat memengaruhi kita, menggerakkan perasaan kita, lalu merampas impian kita. Ia sangat mungkin membuat kita frustrasi dan berpikir negatif.

    Masih segar dalam ingatan saya tentang hal serupa yang pernah saya alami saat mengambil keputusan untuk masuk sekolah perhotelan. Pengaruh eksternal begitu kuat, termasuk ledekan dan hinaan. Saya hampir mundur. Alhamdulillah, akhirnya saya berhasil merampungkan segala tugas dan mendapatkan hasil lebih baik dari yang dibayangkan.

    Hal serupa juga terjadi ketika saya memutuskan untuk pendah ke Kanada. Seorang kawan mengatakan bahwa hidung saya akan copot karena kedinginan. Tetapi, saya tetap bersikeras untuk berdomisili di Kanada. Ternyata hidung saya tidak copot, malah semakin mancung.

    Saya bertanya kepada Anda: pernahkah Anda mengalami hal seperti itu? Maksudnya pernahkan seseorang memengaruhi Anda untuk meninggalkan mimpi yang ingin Anda wujudkan? Pernahkah seseorang memengaruhi Anda untuk melakukan sesuatu yang tidak anda inginkan?

    Pengaruh eksternal sering kali menjadi penyebab utama tergadainya mimpi indah kita. Selain itu, pengaruh eksternal menyebabkan lahirnya pikiran negatif yang melahirkan berbagai penyakit, baik kejiwaan atau fisik. Sangat mungkin Anda akan dipengaruhi oleh seorang perokok seperti dia, menjadi penenggak minuman keras, menelantarkan cita-cita Anda, atau meninggalkan istri Anda. Banyak kisah yang menuturkan bahwa seseorang menjadi penyulut persoalan dalam rumah tangga, penyebab kegagalan proyek, dan sebagainya. Karena itu, waspadalah karena  pengaruh eksternal dapat menjadi pemicu pikiran negatif.



Kamis, 27 Juni 2013

Faktor-faktor Penyebab Berpikir Negatif_3

Rutinitas yang negatif

Pernahkah Anda mendengar seseorang yang mengeluhkan rutinitas hidupnya? Pernahkah Anda sendiri merasa rutinitas Anda tidak menyenangkan?

    Mencari posisi aman agar tetap bertahan hidup adalah tabiat manusia. Karena itu, ia memetakan wilayah yang oleh psikolog terkemuka, Dr. Carl Jung, disebut “zona aman dan tenang”. Di wilayah inilah seseorang merasa aman. Wilayah ini terdiri dari tiga unsur utama: tempat tinggal, pekerjaan, dan orang yang hidup bersamanya.

    Dalam hal ini Albert Einstein pernah berkata, “Seseorang merasa aman ketika mendapatkan tempat tinggal, pekerjaan, dan orang-orang yang ia cintai hidup bersamanya.” Ungkapan bijak dari filsafat India Kuno mengatakan, “Jika Anda mendapatkan rumah sebagai tempat tinggal, Anda beruntung. Jika Anda mendapatkan sesuatu yang bisa menopang hidup, Anda cerdik. Jika Anda mendapatkan orang-orang yang bisa hidup bersama dengan saling berbagi cinta, Anda bahagia. Jika Anda memiliki semua itu, berarti Anda orang yang paling kaya.”

    Semua orang hidup dalam rutinitas tertentu dan dalam lingkungan keluarga, masyarakat, dan pekerjaan tertentu. Ketika terjadi perubahan hidup, kita merasa kehilangan rasa aman dan tidak tenang. Karena itu, setiap orang berusaha keras untuk memiliki “zona aman” yang menjamin kelangsungan hidupnya. Namun, zona aman tersebut bisa berubah menjadi rutinitas negatif yang bisa-bisa mengganggu stabilitas kejiwaan.

    Rutinitas negatif yang dimaksud adalah melakukan hal yang sama dengan cara yang sama sepanjang waktu tanpa perubahan. Contoh: bangun tidur, minum kopi, sarapan, lalu berangkat kerja. Aktivitas ini selalu dilakukan setiap hari. Begitu pula setelah pulang dari kerja, ia melakukan hal yang sama. Begitulah ia berkutat dengan rutinitas tersebut hingga hidupnya terasa tak bermakna.

    Sesuatu yang paling membahagiakan adalah jika seseorang merasa berhasil, berkembang, dan lebih maju. Sekitar lima puluh hotel bintang lima yang berdiri megah di Montreal, Kanada, melakukan penelitian tentang kebutuhan manusia. Hal itu dilakukan untuk mendongkrak animo masyarakat agar berkenan singgah di hotel itu. Penelitian tersebut menghasilkan urutan kebutuhan manusia sebagai berikut: kelangsungan hidup, jaminan material, afiliasi, kebebasan, cinta, penghargaan, pencapaian, perubahan dan bermakna.” Ternyata, pencapaian berada pada urutan keenam dari yang dibutuhkan manusia. Pernyataan yang dilontarkan para ahli tentang penelitian ini: tanpa pencapaian, seseorang tidak akan pernah merasa hidupnya bermakna. Hal itulah yang menyebabkan karyawan berhenti sehingga menimbulkan kerugian di pihak pengelola hotel.

    Secara psikologis, tidak adanya prestasi menyebabkan maraknya kasus bunuh diri, terutama di kalangan anak muda yang merasa frustrasi dan kesepian. Karena tidak mendapatkan jalan keluar dari persoalan yang dihadapi, akhirnya mereka bunuh diri.

    Orang yang hidup dalam rutinitas negatif akan kehilangan perhatian terhadap pekerjaannya dan segala sesuatu di sekitarnya. Selain itu, apa pun perubahan yang terjadi, baginya terasa hambar. Tak pelak, ia menganggung kesedihan.

    Dalam suatu kesempatan, seorang karyawan menemui saya. Ia berkata, “Dr. Ibrahim, berkat karunia Allah aku ini sukses, baik secara finansial, pekerjaan, maupun keluarga. Tetapi aku tidak merasa bahagia. Aku ingin Anda membantuku.” Untuk itu, saya menanyakan pola hidupnya. Ia bilang, “Rutinitas yang menjemukan. Sejak sepuluh tahun yang lalu, yang aku kerjakan selalu sama.” Saya tanya, “Mengapa Anda tidak membuat perubahan positif yang membuat bahagia?” Ia menjawab, “Sudah kucoba, tapi aku takut gagal.”

    Inilah contoh sederhana dari rutinitas negatif yang tumbuh dari pikiran negatif.