Welcome to The Family

Kamis, 06 Maret 2014

Macam-Macam Berpikir Positif






Berpikir positif untuk menguatkan cara pandang


Berpikir positif jenis ini digunakan seseorang untuk mengukuhkan cara pandangnya tentang sesuatu. Dengan demikian, ia akan merasa pandangannya benar walau hasilnya negatif.

    Contoh: perokok yang membenarkan pendapatnya tentang merokok. Menurutnya, rokok bisa menenangkan saraf dan membuatnya stabil dalam bekerja atau berinteraksi dengan anak-anaknya. Karena itu ia merokok agar tetap stabil.

    Ada kisah jenaka tentang seorang bocah berusia lima tahun yang bernama Tâmir. Ia tidak mau sekolah dan tidak mau bangun pagi. Sang ibu mengadukan masalah tersebut kepada gurunya dengan berharap mendapat bantuan penyelesaian. Di sekolah, sang guru berbicara tentang kerajinan. Ia katakan bahwa anak yang bangun pagi bisa mencapai cita-citanya lebih dulu dibandingkan yang tidak. Untuk menguatkan penjelasannya, sang guru menceritakan kisah burung yang bangun pagi. Karena ia rajin, maka Allah memberinya makanan berupa ulat-ulat. Ia pun bisa memenuhi perutnya sepanjang hari. Setelah berkata demikian, sang guru memandang Tâmir. Ia bertanya, “Wahai Tâmir, apa pendapatmu tentang kisah ini?” Tanpa ragu Tâmir menjawab, “Ulat-ulat itu mati karena ia bangun terlalu pagi.”

    Jenis cara berpikir ini dapat berguna jika dipakai untuk mengukuhkan satu gagasan yang membantu diri sendiri dan orang lain. Contoh cara berpikir positif untuk menguatkan pendapat adalah cara berpikir Rogers Panster, juara dunia lari seratus meter, yang mendengar pendapat seorang komentator bahwa makhluk apa pun di muka bumi ini tidak mungkin menempuh jarak satu mil dalam tempo tiga menit. Panster tidak mengomentari pendapat ini, tapi ia yakin dapat melakukannya. Ia tidak buang-buang waktu dengan berdebat. Ia segera berlatih lari sejauh satu mil dalam tempo tiga menit. Seperti biasa, orang-orang yang merasa dirinya tidak akan berhasil mengkritik dan mematahkan semangat orang lain. Kritik mereka cukup pedas, tetapi Roger Panster tidak mengindahkannya. Olok-olokan mereka tidak didengarkan. Ia terus berusaha lari sejauh satu mil dalam tempo tiga menit. Dalam waktu kurang dari enam bulan ia menjadi orang pertama yang berhasil melakukan itu. Ia berhasil menghancurkan jaring-jaring pikiran negatif. Ia berhasil mengukuhkan pendapatnya bukan dengan ucapan, melainkan dengan tindakan.

    Lebih mengagumkan lagi, pada tahun yang sama, 26 orang lain pun dapat berlari menempuh jarak satu mil dalam tempo tiga menit. Kok bisa? Sebab di sana ada orang yang mengatakan, “Mungkin, mungkin, dan mungkin. Jika mungkin bagi seseorang maka mungkin juga untukku.” Tidak hanya dengan ucapan, tapi dibuktikan dengan perbuatan: latihan secara teratur dan berkelanjutan, sampai berhasil mewujudkannya. Dalam kasus ini kita melihat bahwa pikiran positif seperti ini mengukuhkan pendapat orang yang berpikir demikian karena ia tidak membuang-buang waktu dengan banyak bicara dan menaklukkan orang lain dengan mimik wajahnya. Ia membuktikan dengan tawakal pada Allah lalu berbuat sampai berhasil.

Berpikir positif karena pengaruh orang lain

Seseorang dapat berpikir positif karena pengaruh orang lain. Contoh: ketika menonton acara binaraga dan olahragawan, Anda tiba-tiba ingin berolahraga. Bisa jadi Anda benar-benar memulainya kemudian selalu berlatih sampai mendapat berat badan dan kesehatan yang diinginkan. Bisa jadi pula kegiatan olahraga itu Anda tinggalkan setelah melakukan beberapa kali. Pengaruh berpikir positif seperti ini bisa jadi negatif bagi sebagian orang yang terpengaruh oleh orang lain, tapi kemudian kehilangan semangat dan merasa frustrasi. Bisa juga berpengaruh positif dan mendorong seseorang untuk ikut memulai dan tidak membuang-buang waktu untuk sesuatu yang negatif atau berkeluh kesah. Justru ia terus berbuat, menganalisis, dan memperbaiki perbuatannya sampai ia berhasil meraih yang diinginkan.

    Saya ingat pada seseorang yang menghadiri obrolan sore hari di salah satu negara Arab. Karena sangat terkesan, ia minta bertemu dengan saya. Saya pun menemuinya. Ia berkata, “Aku memutuskan untuk menjadi seperti Anda.” Saya katakan padanya, “Dengan tawakal pada Allah dan melatih diri mengikuti akhlak Rasulullah saw. Setelah itu, dengan ilmu, perbuatan, komitmen, dan kesabaran, Anda akan berhasil menggapai apa yang Anda inginkan.” Beberapa hari kemudian ia menulis surat kepada saya. Dalam surat tersebut disertakan beberapa lembar foto ketika ia memberi orasi di hadapan seratus orang. Dalam surat itu ia mengatakan, “Dr. Ibrahim, terima kasih aku ucapkan kepada Anda. Aku pastikan pada Anda bahwa aku sedang menuju puncak.”

    Ini salah satu contoh tentang mengikuti orang lain. Dengan syarat Anda mengikuti cara dan informasi yang benar, kemudian  menganalisis dan memperkuatnya dengan pikiran Anda sendiri sampai menjadi bagian dari diri Anda. Jadi, dunia luar menjadi referensi bagi kemajuan dan perkembangan hidup Anda menuju yang lebih baik.

Berpikir positif karena momen tertentu

Pernahkah Anda bertanya, mengapa perilaku manusia menjadi lebih baik di bulan Ramadhan dan bulan-bulan suci lainnya?

    Momen tersebut memiliki ikatan spiritual dengan manusia. Tak seorang pun mau membuat Allah murka dan semua orang tentu ingin mendapat kebaikan yang banyak. Dengan demikian, orang akan memerhatikan perilakunya dan berhati-hati dalam bersikap terhadap orang lain dan pada diri sendiri. Tetapi setelah bulan Ramadhan ia kembali seperti sedia kala, bahkan bisa lebih buruk. Mengapa demikian? Karena pikiran dan perilaku positifnya bergantung pada momen tertentu, bukan pada nilai-nilai yang berlaku sepanjang masa.

    Selain bisa dimanfaatkan untuk memperbaiki perilaku, berpikir positif yang berkaitan dengan waktu ini, bisa pula dimafaatkan untuk membangun kebiasaan-kebiasaan positif yang baru.

    Saya ingat pada seorang kawan yang pecandu rokok cukup tinggi. Setelah sekian lama ia menderita pembekuan pembuluh darah, lalu lumpuh separuh tubuhnya. Beberapa hari setelah keluar dari rumah sakit, ia berhenti merokok. Namun, ketika menghadapi masalah dalam hidupnya ia kembali merokok, bahkan dengan intensitas yang tinggi seperti dulu. Mungkin karena sudah tidak tahan, sang istri minta diceraikan. Benar, ia pun pergi membawa ketiga anaknya, pulang ke rumah orang tuanya. Mendekati bulan Ramadhan, kawan saya itu merasa sangat kesepian. Dari waktu ke waktu ia menangis. Ia melakukan shalat dua rakaat dan berdoa pada Allah, memohon pertolongan. Memasuki bulan suci, ia berpuasa, shalat di masjid, dan berdoa pada Allah, memohon pertolongan agar berhenti dari merokok yang hampir menghancurkan kehidupan dan kesehatannya, bahkan membuatnya menanggung kerugian di dunia dan akhirat. Sebulan kemudian ia merasa mantap untuk meninggalkan rokok. Istri dan anak-anaknya pun kembali kepadanya.

    Ketika saya tanyakan padaya, “Apa yang Anda lakukan?” Ia menjawab, “Aku tawakal pada Allah, lalu aku menuliskan semua bahaya rokok di atas kertas. Setiap hari aku membacanya secara serius, terutama sebelum tidur. Sebab, aku mendengar Anda berkata ‘Pikiran itu dibangun di atas pengalaman terakhir’. Maka, aku pun ingin pengalaman terakhirku  adalah memperlakukan kebiasaan buruk ini secara tepat. Aku pernah membaca buku yang berisi penjelasan bahwa proses pembentukan kebiasaan membutuhkan waktu sekitar 21 hari. Aku berkata dalam hati bahwa dalam bulan puasa ada tiga puluh hari. Maka, aku pun memprogram diriku. Setiap hari kubulatkan tekad untuk berpuasa, shalat, dan berdoa pada Allah. Setelah itu aku mengembangkan imajinasi kreatif dengan membayangkan diriku sedang merokok. Tetapi, aku menahan diri tidak merokok. Dengan begitu, atas izin Allah,a ku berhasil menjauhi kebiasaan berbahaya yang dapat merampas segala-galanya bagi seseorang.” Setelah berkata demikian, ia menatap mata saya dan berujar, “Aku punya berita lain untuk Anda, Doktor. Aku sudah memutuskan untuk membantu siapa saja yang ingin berhenti merokok.” Saya lantas memeluk dan menyampaikan ucapan selamat. Ini contoh menggunakan pikiran positif yang dipengaruhi oleh waktu (momen) untuk tujuan yang mulia.

Berpikir positif saat menghadapi kesulitan

Ketika seseorang mengidap penyakit berbahaya, kehilangan salah satu organ tubuhnya karena sebuah kecelakaan, atau kehilangan orang dicintai, ia melalui beberapa tahapan kejiwaan yang berlangsung sekian lama. Ia juga dapat berhenti pada sikap menerima, berusaha untuk tetap maju, berpikir positif, dan fokus pada upaya menyelesaikan masalah. Sebagian orang menghadapi masalah dalam hidupnya dengan sikap negatif dan menjadi dendam pada segala sesuatu. Pikiran negatif, konsentrasinya pada kemungkinan terburuk, dan perasaannya negatif. Tentu saja hal ini memengaruhi perilaku dan semua sisi hidupnya.

    Sebagian orang, ketika menghadapi musibah, semakin dekat kepada Allah. Selanjutnya ia memikirkan bagaimana menyikapi masalah yang sedang ia hadapi, berusaha mengambil manfaatnya, dan mengubahnya menjadi sebuah keahlian.

    Ketika berada di salah satu negara Arab, saya menyampaikan seminar tentang “Seruan Bersikap Optimis”. Selesai acara, seseorang yang berusia sekitar empat puluh tahun mendatangi saya. Ia bilang, “Doktor, aku sudah kehilangan seluruh hartaku dan aku dililit utang. Aku seorang diri dan tak punya teman. Aku menjadi sangat emosional dan menderita serangan jantung. Tetapi, alhamdulillah, semuanya berjalan baik. Pada suatu sore, aku mendengar azan. Aku menangis hingga putriku, Fâthimah, yang baru berusia empat tahun berkata, ‘Papa, jangan menangis. Aku pasti akan berprestasi seperti yang Papa inginkan.’ Aku mendekapnya. Tetapi tangisanku semakin menjadi. Aku memutuskan untuk menerima hadiah Allah. Maka, aku segera berwudhu, kemudian melakukan shalat isya. Setelah itu aku berdoa kepada Allah dan memohon pertolongan-Nya. Malam itu aku tidur nyenyak: sebuah pengalaman baru yang tidak pernah aku rasakan. Pada pagi hari aku melakukan shalat subuh. Aku kembali mengulang doaku. Aku sangat percaya bahwa Allah tidak akan menelantarkan aku. Sebab, Dialah Yang Mahamulia. Pukul delapan pagi, aku berangkat kerja dengan kekuatan dan keimanan yang belum pernah aku raasakan. Kurang dari enam bulan, aku sudah melunasi semua utangku. Alhamdulillah! Lebih dari itu, aku memutuskan untuk membangun sebuah masjid.” Ia semakin mendekati saya dan berkata, “Kalau bukan karena penderitaan yang aku alami, mungkin hubunganku dengan Allah tidak akan pernah lebih baik. Begitu juga hubunganku dengan istri dan anak-anakku.”

    Ini contoh cara mendapatkan manfaat dari pikiran positif dalam kondisi yang sulit. Dalam kondisi seperti itu Allah mengirimkan risalah kepada kita dan orang-orang yang kita cintai. Selain itu, kita dituntut untuk lebih erat menjalin hubungan dengan-Nya, berakhlak mulia, dan selalu berusaha sampai berhasil menggapai kesuksesan.

Selalu berpikir positif

Inilah jenis berpikir positif yang paling baik dan paling kuat karena tidak terpengaruh oleh ruang, waktu, dan pengaruh lainnya. Ia telah menjadi kebiasaan. Ada masalah atau tidak, ia selalu bersyukur pada Allah. Selanjutnya, ia berpikir mencari solusi dari segala kemungkinan hingga pikiran itu menjadi kebiasaan hidupnya. Orang yang memiliki kepribadian semacam ini akan menjalani hidup dengan damai, tenang, dan bahagia.

    Tahun 1953 Sir Edmund Hillary mencoba mendaki gunung tertinggi ini. Meski keluarga dan teman-temannya berusaha memintanya melupakan mimpi yang mengancam hidupnya, ia tetap bersikukuh. Tekadnya sudah bulat. Semua bujukan itu ia balas dengan kalimat positif yang kemudian diidentikkan dengan namanya. Ia berkata, “Jika tak ada orang yang pernah mendaki gunung ini, aku menjadi orang yang pertama. Jika sudah ada orang yang pernah mendakinya, aku akan menjadi yang terbaik.” Ia benar-benar mendaki gunung, tapi terpaksa turun kembali karena kaki kanannya patah. Seperti biasa, para pengkritik dan pencemooh tidak tinggal diam. Mereka mencibir dan mencelanya. Tetapi ia tetap tersenyum dan berkata, “Kali ini ia mengalahkan aku. Tetapi belum berakhir. Pada kesempatan yang akan datang aku akan menaklukkannya.”

    Berkat usaha yang gigih dan semangat pantang menyerah, Sir Edmund Hillary menerima undangan untuk menerima penghargaan dari yayasan buruh di London. Penghargaan tersebut diberikan atas usahanya yang berani dan tak pernah terpikirkan sama sekali. Saat menerima penghargaan itu, banyak buruh bertepuk tangan. Dalam kesemapatan itu ia diminta menyampaikan sambutan. Saat naik ke atas panggung, ia melihat gambar gunung Everest memenuhi dinding di depannya. Hillary menatap tajam gambar gunung itu dengan tangan kanan mengepal. Ia berkata, “Gunung Everest, kau telah mencapai puncak pertumbuhan, sementara aku akan terus tumbuh setiap saat. Sebentar lagi aku pasti dapat menaklukkanmu.” Benar, ia terus mencoba, tapi nasib mujur belum berpihak padanya. Ia menderita luka parah. Meski demikian ia tidak menyerah. Ia bersikeras untuk mendaki puncak gunung tertinggi itu. Dan akhirnya ia berhasil mewujudkan mimpinya. Dalam sebuah wawancara dengan media ia berkata, “Aku berhasil mengatasi rasa takutku. Aku berhasil mengontrol diriku dari pikiran negatif yang membuat kita frustrasi  dan merasa gagal. Dengan begitu aku berhasil menaklukkan gunung Everest.”

    Di puncak kejayaan, petinju Muhammad Ali berhasil dikalahkan oleh petinju kulit hitam, George Foreman. Saat itu tulang rahang dan rusuknya patah serta wajahnya lebam. Kondisi ini memaksa ia dirawat selama satu bulan. Para dokter memintanya untuk tidak turun gelanggang. Jika tidak, nyawanya akan terancam. Pelatih dan istrinya juga memintanya berhenti total dari olahraga tinju. Muhammad Ali merasa lingkungan, capaian, dan pandangan orang-orang di sekitarnya memberinya motivasi untuk menang. Untuk itu ia meminta sang pelatih membawakan film rekaman pertandingannya dengan George Foreman. Karena tak dapat menolak permintaan itu, sang pelatih membawakannya. Muhammad Ali menonton film tersebut dengan penuh perhatian. Ia dapat berkonsentrasi mengikuti trik], gerakan Foreman, dan gerakannya sendiri. Ia ingin mendapatkan keahlian baru yang diperlukan untuk menjatuhkan “raksasa” baru ini. Muhammad Ali terus menonton film itu, menganalisis, dan mempelajarinya. Suatu malam ia bermimpi menjatuhkan George Foreman. Dari waktu ke waktu mimpi itu selalu membayangi hidupnya. Dengan sabar Muhammad Ali menunggu kesempatan keluar dari rumah sakit. Setelah keluar dari rumah sakit ia langsung melatih fisik dan pikirannya. Kondisi semakin membaik, dan Foreman menerima tantangan Muhammad Ali.

    Pertandingan ditentukan di Zaire, Afrika (sekarang Republik Congo). Setelah berduel hebat sekian lama, akhirnya Muhammad Ali berhasil mempertahankan sabuk juara tinju dunia kelas berat. Kepada media internasional Muhammad Ali berkata, “Pertama aku harus membebaskan diri dari rasa takut yang menghantuiku setelah mengalami kekalahan dan babak belur. Pikiran itu cukup lama menguasai akal dan konsentrasiku. Setelah itu, aku mengolahnya menjadi keahlian dan kekuatan yang aku manfaatkan dalam hidupku. Ketika aku berhasil menguasai diri dan pikiranku, aku juga berhasil menguasai lawanku.” Ia menatap kamera dan berkata, “Aku berpesan pada kalian yang menontonku saat ini: jangan biarkan kesulitan hidup merampas mimpi indah kalian. Pelajarilah kesulitan itu, niscaya ia akan menjadi teman terbaik kalian!”

    Begitulah pikiran positif yang selalu aktif sepanjang waktu tanpa pengaruh apa pun dan siapa pun. Sebaliknya, dalam kondisi kritis seseorang bisa menggunakan senjata paling ampuh ini untuk menguasainya. Saat kehidupan berjalan mulus, ia selalu melihat sisi positif kehidupan. Hal ini bukan berarti dari masalah, tapi sebaliknya. Apa pun masalah yang kita hadapi pasti ada jalan keluar melalui pintu spiritual. Ilmuwan Amerika, Wayne W. Dyer menulis dalam bukunya, “Di pintu spiritual terdapat jalan keluar dari semua persoalan.” Pernyataan ini benar. Sebab, seseorang yang mengindahkan aspek  spiritual selalu bersikap positif dan tawakal kepada Allah dalam menghadapi setiap persoalan. Dengan begitu, ia mampu mewujudkan impian hidup dan menjalaninya dengan ketentraman batin dalam setiap aspek kehidupan.

    Mari kita lanjutkan perjalanan ini untuk menguak misteri sifat-sifat kepribadian yang positif.[]