Welcome to The Family

Jumat, 20 Juni 2014

Tujuh Prinsip Berpikir Positif



3.    Jangan Jadi Masalah. Pisahkan Dirimu dari Masalah

“Apa pun yang Anda pikirkan tentang diri sendiri, Anda tetap lebih kuat dari yang Anda bayangkan,” begitu kata teman saya, Reges Nado, yang saat itu menjabat direktur utama hotel bintang lima di Montreal, Kanada, dan saya adalah asistennya. Saya rasa impian saya pupus dan marah karena satu transaksi dengan perusahaan penerbangan yang bernilai satu juta dolar setiap tahun, selama lima tahun, batal dilaksanakan. Proyek tersebut saya serahkan kepada direktur bidang pengadaan yang bersikap negatif terhadap humas maskapai penerbangan itu. Padahal, dialah yang bertanggung jawab atas penandatanganan kontrak kerja sama.

    Dalam kondisi seperti itu, saya berusaha intervensi dengan harapan masalah itu dapat diselesaikan dengan baik. Namun, humas itu tetap bersikeras untuk menjalin kontrak kerja sama dengan hotel lain. Lebih dari itu, ia menyalahkan saya. Ia menuduh saya meremehkannya dan tidak professional. Ia juga bersumpah untuk tidak akan menjalin kerja sama dengan kami. Bahkan ia mengajak maskapai penerbangan lain untuk tidak menjalin kerja sama dengan kami.

    Saya meminta bertemu dengan direktur utama hotel. Semua yang terjadi saya ceritakan kepadanya. Saat itu saya katakan bahwa saya akan bertanggung jawab. Untuk itu saya mengajukan pengunduran diri. Ketika hendak keluar dari ruangannya, sang direktur utama meminta saya duduk kembali. Ia berkata, “Ibrahim, berkat pikiran, keahlian, dan rencana strategis Anda hotel ini menjadi hotel terbaik di Kanada. Anda telah membantu hotel meraup keuntungan bernilai jutaan dolar. Mengapa Anda berpikir seperti ini?” Saya jawab, “Seharusnya aku sendiri yang melakukan kontrak kerja sama itu.” Ia berkata, “Anda pasti tidak dapat melakukan banyak hal dalam satu waktu. Anda tidak mungkin berada di banyak hal tempat dalam satu waktu yang sama. Mestinya direktur bidang pengadaan itu bersikap bijaksana. Kuminta Anda menarik kembali surat pengunduran diri itu. Mulai hari ini, pisahkan antara diri Anda dan cobaan hidup.” Saya terhenyak mendengar ucapan direktur utama itu. Seharusnya saya paham betul hal itu, karena saya sudah mempelajari syariat Islam, metode pengembangan diri, dan semua hal yang berhubungan dengan potensi diri. Usai mengucapkan terima kasih kepada direktur utama, saya pulang ke rumah. Saya menulis peristiwa tersebut, termasuk bagaimana saya menyikapinya. Apa yang bisa saya pelajari? Bagaimana saya harus bersikap selanjutnya? Sejak hari itu, cobaan apa pun yang saya hadapi dalam hidup ini selalu mengingatkan pada diri sendiri bahwa saya bukan masalah. Sebagai manusia, saya adalah mukjizat tanpa batas. Masalah hanya romantika hidup yang dapat kita pelajari agar lebih bijaksana, lebih ahli, dan lebih berpengalaman.

    Saya akan memberikan gambaran singkat tentang potensi tak terbatas yang dianugerahkan Allah kepada kita:

    Akal manusia memiliki 150 miliar sel lebih. Dr. Michael R. Anastasio dari Universitas Hardvard menegaskan bahwa untuk menghitung jumlah sel dalam otak dibutuhkan waktu lebih dari lima ribu tahun. Akal manusia lebih cepat daripada cahaya. Ia punya kemampuan menyimpan lebih dari 2.000.000 informasi dalam satu detik. Sebuah atsar menyebutkan bahwa ketika Allah menciptakan akal, Dia berfirman kepadanya, “Datanglah,” maka akal datang. Setelah itu Dia berfirman, “Pergilah,” maka akal pergi. Dan Allah berfirman, “Demi kemuliaan dan keagunganKu, Aku tidak pernah menciptakan makhluk yang lebih mulia darimu.”

    Mata Anda memiliki kemampuan untuk membedakan lebih dari 10.000.000 warna dengan cepat. Penciuman Anda memiliki kemampuan mengenal lebih dari 50.000 jenis bau-bauan dalam tempo yang singkat. Indra pengecap Anda memiliki kemampuan mengenali banyak benda yang dingin, hangat, manis, pahit, dan berbagai rasa lainnya.

    Kerja jantung Anda sangat mengagumkan. Meski tidak pernah Anda hitung, ia berdegup lebih dari 100.000 kali setiap hari.

    Jika energi Anda dialirkan ke satu negara maka dapat menghasilkan listrik selama satu minggu. Bayangkan!

    Semua potensi tersebut ada dalam diri Anda, diri saya, dan diri setiap orang di bumi ini. Apakah Anda meyakini semua itu sebagai masalah? Apakah semua itu adalah hambatan? Tentu tidak. Masalah hanya salah satu kondisi aktivitas hidup yang harus dihadapi secara wajar dan disikapi dengan tenang hingga kita menemukan solusinya. Karena itu berhati-hatilah. Kuasailah masalah dan jangan sampai masalah menguasai Anda. Pisahkan Anda dari masalah. Berhati-hatilah akan ucapan Anda pada diri sendiri atau pada orang lain setelah kata “aku”. Karena kata “aku” meliputi segalanya di setiap tempat, waktu serta pada setiap materi dan energi. Ketika Anda mengatakan, “Aku gagal” berarti kegagalan itu berlaku pada setiap tempat, setiap waktu, setiap pikiran, bahasa, dan potensi termasuk potensi spiritual. Karena itu, hati-hatilah setiap kali Anda mengatakan, “Aku . . .” karena kata setelahnya adalah keyakinan yang dapat menimbulkan berbagai masalah untuk Anda. Jangan pernah meletakkan kata negatif setelahnya. Sebaiknya katakan sesuatu yang mendukung dan menguatkan Anda, seperti “Aku percaya diri”, “Aku mampu mengatur waktu”, “Aku kreatif dan mampu menemukan solusi dari masalah apa pun.” Dengan demikian, berarti Anda menyuapi otak Anda dengan gizi positif. Inilah bekal positif Anda dalam menghadapi setiap masalah seberat apa pun. Mark Twain berkata, “Kehidupan ini tidak terdiri dari kenyataan atau hasil kerja, tapi terdiri dari pikiran yang lahir dari akal manusia.” Pikirna yang kita gunakan dalam berkonsentrasi pada persoalan melahirkan perasaan, perilaku, dan hasilnya. Pikiran yang Anda semai di ladang akal akan Anda tuai pada hasil yang Anda dapatkan. Seorang penulis Amerika, Stephen Covey, berkata, “Cara kita memikirkan masalah adalah masalah itu sendiri.” Jadi, masalah adalah dampak dari sesuatu yang terjadi, baik positif atau negatif. Jika Anda pikirkan lebih jauh maka Anda akan menemukan bahwa sumbernya adalah pikiran. Pikiran Anda menguasai waktu dan energi Anda ketika Anda berpikir. Pikiran Anda memengaruhi hasil yang Anda dapatkan dalam kenyataan hidup Anda. Karena itu kita harus berhati-hati dalam memilih pikiran. Pikirkanlah sesuatu yang dapat membantu kita mencapai harapan.

    Mulai hari ini, tuliskanlah 10 kelebihan yang telah Allah anugerahkan kepada Anda. Kutiplah ayat-ayat Al-Quran, hadis, dan berbagai ilmu yang menunjang kelebihan Anda. Buatlah artikel sebagai hasil pengamatan agar dapat berguna untuk Anda dan orang lain. Ringkaslah hasil pengamatan Anda dalam beberapa pikiran yang dimulai dari atas kepala lalu turun ke bawah. Artinya Anda mulai dari otak: misalnya Anda menemukan bahwa otak mengandung lebih dari 150 miliar sel. Otak lebih cepat dari cahaya, padahal kecepatan cahaya adalah 186 mil/detik. Otak memiliki kapasitas menyimpan lebih dari 2.000.000 informasi dalam satu detik.

Setelah itu turunlah ke dua telinga, lalu dua mata, hidung, mulut dan seterusnya hingga bagian paling bawah, yaitu kaki. Jika Anda lakukan pengamatan seperti ini, saya yakin iman Anda pada Allah akan bertambah. Jika demikian, Anda tidak akan pernah mengucapkan kata “Aku” yang disertai dengan kata negatif. Sebab, Anda sudah mengenal kemampuan Anda yang tak terbatas yang telah Allah berikan. Anda pasti akan memisahkan diri Anda dari masalah. Anda ternyata lebih besar, lebih kuat, dan lebih indah dari sekadar menjadi masalah. Ingatlah pada firman Allah, Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya (al-Tin: 4).




Kamis, 19 Juni 2014

Tujuh Prinsip Berpikir Positif


2.    Masalah Tidak Akan Membiarkan Anda dalam Kondisi yang Ada: Ia Akan Membawa Anda pada Kondisi yang Lebih Buruk atau yang Lebih Baik.


Syekh Muhammad Mutawallî al-Sya’râwî menuturkan dalam Allâh wa al-Nafs al-Basyariyyah, “Anda tidak akan mampu menyelesaikan masalah dengan pikiran Anda yang sudah ada tentangnya. Sebab, pikiran ini adalah penyebab lahirnya masalah itu. Untuk menyelesaikannya, Anda harus berpikir dengan cara yang lain.”

    Setiap masalah yang datang kepada kita dalam hidup ini membuat kita keluar dari rasa tenang, damai, dan nyaman. Masalah juga memengaruhi pikiran, konsentrasi, kekuatan, dan perasaan kita sampai kita dapat melepaskan diri darinya dengan cara-cara tertentu. Kita akan menemukan orang yang berkepribadian negatif akan kehilangan keseimbangan ketika menghadapi masalah hingga ia berpikir secara negatif dan emosional. Perhatiannya akan difokuskan pada masalah dan dampak yang paling buruk. Dengan begitu, perasaannya semakin negatif dan mendorongnya berperilaku negatif hingga masalah yang ia hadapi semakin rumit. Baginya masalah membuat kondisinya menjadi lebih buruk.

    Orang yang berkepribadian positif akan memusatkan perhatian pada upaya mencari solusi dengan cara-cara yang rasional dan perasaan yang tenang. Maka, ia mempelajari masalah yang ada dan memperbaiki sikapnya hingga dapat berperilaku positif. Baginya masalah justru mengantarkannya kepada kondisi yang lebih baik.

    Saya pernah berkunjung ke Aljazair untuk memberikan ceramah dan pelatihan tentang kekuatan potensi manusia. Pada akhir sesi pertama yang membahas “Cara Berprestasi”, seorang pemuda berusia sekitar dua puluh tahun datang kepada saya. Ia bersikeras agar meluangkan waktu untuknya. Tanpa basa-basi ia berkata, “Dr. Ibrahim, aku tahu betul Anda sangat sibuk. Aku sangat menghargai waktu yang Anda luangkan untukku. Aku hanya ingin mengatakan kepada Anda bahwa aku memasuki tahun ketiga di bangku kuliah. Aku berasal dari keluarga tak mampu. Karena itu, aku tidak mampu membeli komputer yang menjadi andalan aktivitasku di meja kuliah. Aku bisa saja menyalahkan keluargaku atau kondisiku. Namun, aku berpikir untuk memanfaatkan waktu dengan cara-cara yang positif. Untuk itu aku datang ke warung internet. Di situ aku belajar mati-matian selama berjam-jam. Aku berpikir mamanfaatkan keahlianku untuk menambah penghasilan. Maka, aku mengajari beberapa mahasiswa tentang penggunaan internet, meskipun mendapatkan upah tidak seberapa. Enam bulan kemudian aku bisa membeli komputer. Sekarang aku punya cita-cita lain. Aku ingin berangkat ke Mesir dalam rangka menghadiri pelatihan untuk para pelatih professional yang akan Anda gelar di Kairo. Aku sudah mengambil keputusan untuk menjadi pelatih yang sukses dan bermanfaat, baik bagi diriku, orang lain, atau negara. Aku hanya ingin mengatakan itu kepada Anda, Doktor. Insya Allah, tidak lama lagi, Anda akan mendengar namaku.”

    Benar, beberapa hari kemudian, saya melihat dia di hadapan saya, mengikuti acara pelatihan itu. Ia berhasil mendapatkan sertifikat, kemudian menjadi tenaga pelatih pengembangan sumber daya manusia. Ia juga hafal Al-Qur’an seluruhnya.

Saya ingin bertanya kepada Anda:
Mungkinkah pemuda itu memusatkan semua perhatiannya pada keluhan atau tidak?
Mungkinkah ia mengalami frustrasi dan iri pada orang lain?
Mungkinkah ia menjadi sumber kesengsaraan orangtuanya?

    Jawabannya tentu, “Mungkin.” Pemuda seperti dia sangat mungkin berkonsentrasi pada hal-hal negatif. Tetapi ia membuat keputusan untuk menjadi orang sukses. Untuk menggapai impiannya, ia harus memikirkan cara yang dapat membantunya. Maka, ia memilih warung internet. Daripada membuang waktu untuk sesuatu yang tidak bermanfaat, ia memilih belajar sampai mahir. Ia terus menggunakan potensi yang dimiliki dengan tetap tawakal pada Allah sampai berhasil mewujudkan impiannya.

    Ini contoh sederhana tentang orang yang tidak membiarkan kondisi menguasai dirinya. Ia tahu menyadari bahwa apa yang terjadi pada dirinya tidak penting. Yang penting adalah apa yang harus dilakukan terhadap apa yang terjadi pada dirinya.

    Mulai hari ini, jangan pernah lagi menyalahkan kondisi, orang lain, sesuatu, atau kehidupan. Hal itu hanya akan membuat Anda merasakan hal-hal negatif dan menjauhkan Anda dari impian. Pusatkan perhatian Anda pada apa yang Anda inginkan. Coba dan coba lagi sambil tetap tawakal pada Allah. Suatu saat Anda pasti akan dibuat kaget dengan hasil positif yang Anda capai.



Rabu, 18 Juni 2014

Tujuh Prinsip Berpikir Positif



1.    Masalah dan Kesengsaraan Hanya Ada dalam Persepsi



Pada kunjungan ke salah satu negara Arab, seorang perempuan berusia tiga puluh tahun datang pada saya. Dengan suara lirih dan linangan air mata ia berkata, “Dr. Ibrahim, aku sudah menikah sejak sepuluh tahun yang lalu dan sekarang dikaruniai tiga orang anak. Sebagai pedagang, suamiku selalu pergi.”

    Tiba-tiba perempuan itu terdiam. Tidak lama kemudian, ia berkata lagi, “Aku ingin bererai darinya. Dan, aku ingin Anda membantuku untuk mengambil keputusan ini.” Saya tanyakan, “Apakah suami Anda menikahi perempuan lain?” Ia menjawab, “Tidak.” Saya bertanya lagi, “Apakah ia memukuli Anda?” Ia menjawab, “Tentu tidak. Kalaupun mau, ia pasti tidak bisa lakukan hal itu.” Saya tanyakan lagi, “Apakah ia menyayangi anak-anak?” Ia menjawab, “Ya, ia sangat menyayangi mereka.” Saya bertanya lagi, “Apakah ia menjalankan kewajibannya memberi nafkah keluarga?” Ia menjawab, “Ya. Sebenarnya ia sangat dermawan. Ia tidak pernah mengabaikan kebutuhan kami.”
    Saya bertanya lagi, “Apakah ia pernah keluar dengan perempuan lain?” Ia menjawab tegas, “Tidak. Aku masih sangat percaya ia lelaki setia.” Kemudian saya katakan, “Kalau begitu, mari kita melihat gambaran suami Anda sampai saat ini. Seperti yang Anda katakan, dia seorang ayah yang menyayangi anak-anaknya; menunaikan tanggung jawab dan kewajibannya terhadap keluarga; tidak menikahi perempuan lain; tidak memukul Anda; dan sangat setia. Bukankah begitu?” Perempuan itu menjawab, “Ya.” Saya katakan, “Jika Anda benar-benar ingin meninggalkannya, pikirkan baik-baik. Bisa jadi ada ratusan perempuan yang mengharap dapat menikah dengan laki-laki seperti ini.”

    Tiba-tiba perempuan itu tertawa, lantas berkata, “Sepertinya ia tidak seburuk dugaanku.” Saya bertanya, “Mengapa Anda sangat marah padanya?” Ia menjawab, “Ia sudah tidak pernah meluangkan waktu untukku seperti dulu. Ia juga sudah tidak mau menceritakan masalah dan pekerjaannya kepadaku. Itu berarti ia sudah tidak butuh pendapatku. Tetapi, sekarang aku sadar bahwa selama ini aku selalu mengkritik dan meremehkan impiannya. Mungkin karena itu ia tidak mau tukar pikiran lagi denganku.” Saya bertanya, “Apakah Anda  masih ingin bercerai darinya?” Dengan senyum tersipu malu ia berkata, “Tidak, Dr. Ibrahim. Dia laki-laki istimewa dan aku sangat mencintainya.” Dengan nada bercanda saya katakan, “Tapi ada hal lain yang harus Anda ketahui. Jumlah kaum perempuan di dunia ini tiga kali lipat dibandingkan jumlah kaum laki-laki. Jika terus demikian, jumlah kaum laki-laki akan mengecil dan akhirnya hanya ada di museum-museum, di samping dinosaurus. Suatu saat nanti akan ada yang mengatakan ini dinosaurus dan ini manusia berjenis kelamin laki-laki. Karena itu, seorang istri tidak boleh menyia-nyiakan suaminya. Sebab, ia tidak akan mendapatkan laki-laki lain yang menggantikannya.” Sambil tertawa perempuan itu berkata, “Aku tidak akan pernah meninggalkannya.”

    Apa yang saya lakukan terhadap perempuan itu adalah mengubah persepsinya. Dengan begitu, saya membantunya memperluas cakrawala pandangnya. Selanjutnya ia mengubah persepsi negatif menjadi positif. Akal manusia hanya bisa fokus pada satu informasi dalam satu waktu. Wanita tersebut ternyata fokus pada hal-hal negatif tentang suaminya yang ia tidak suka. Karena pikiran negatif itu terjadi berkali-kali maka jadi keyakinan. Keyakinan itulah yang mendorongnya untuk meminta cerai, menenggelamkan biduk rumah tangganya. Beruntung perempuan itu segera sadar bahwa ia bisa memperbaiki hubungan dengan suaminya dengan tidak mengkritik, menyalahkan, mengeluh, atau meremehkan. Dengan demikian, kepercayaan sang suami tumbuh kembali padanya seperti sedia kala.

    Dengan mengubah persepsi maka kenyataan jadi berubah. Perceraian yang direncanakan berubah menjadi cinta dan kekuatan untuk mempertahankan mahligai rumah tangga.

Saya ingin bertanya kepada Anda:
Jika orang yang frustrasi, sedih, dan selalu mengeluh dioperasi hingga persepsinya dibedah dan kesehatannya kembali pulih, apakah ia masih akan menghadapi masalah lagi? Tentu tidak. Sebab semua masalah yang ia hadapi ada dalam persepsinya. Selain persepsi, masalah juga berhubungan dengan makna yang ia rumuskan, cara berpikir, keputusan, dan pilihan.

    Jika  Anda mengubah persepsi Anda tentang masalah, memikirkannya sebagai hadiah terindah dari Allah, lalu berkonsentrasi pada upaya mencari solusi, maka Anda akan menemukan pintu harapan terbuka lebar di depan Anda. Karena itu, jangan biarkan persepsi Anda tentang suatu masalah memengaruhi Anda. Sebab persepsi adalah program akal terdahulu yang bisa jadi keliru. Ubahlah persepsi Anda niscaya kehidupan Anda juga berubah. Permasalahan dan kesengsaraan hanya ada dalam persepsi belaka.