Welcome to The Family

Minggu, 09 Februari 2014

Dampak Berpikir Negatif_Penutup Bagian Kedua

Penutup
Bagian Kedua

Meski baru berusia lima tahun, Rasya selalu mengeluhkan segala sesuatu, baik menyangkut dua saudaranya, Tâmir dan Samîr, atau makanan, pakaian, dan soal tidur lebih awal. Ketika hendak tidur, sang ayah biasa menggendongnya dan meletakkan dengan lembut ke kasur, lalu membacakan cerita sampai ia terlelap. Suatu hari Rasya pergi berbelanja bersama sang ibu untuk membeli kebutuhan rumah tangga. Melihat kalung, Rasya ingin membelinya. Sang ibu tidak melarang asal ia menggunakan uangnya sendiri. Rasya berkata, “Mama, mama tahu aku tidak bekerja dan tidak punya uang, sedangkan harga kalung itu tiga puluh dolar. Angka yang sangat besar bagiku. Bagaimana mungkin Mama ingin aku yang membayarnya?” Sang ibu berkata, “uang jajanmu dalam seminggu dua dollar. Pada hari raya yang akan datang, engkau akan mendapatkan uang jajan tambahan dari papa, kakek, nenek, dan dariku. Karena itu, engkau mampu membelinya dengan uangmu sendiri.” Rasya selalu berkata, “Dengan cara seperti itu aku pasti bisa membelinya. Tetapi masalahnya, aku tidak mengantongi uang itu sekarang. Apa yang harus aku perbuat?” Sang ibu berkata, “Sekarang aku yang akan membayarnya, tapi engkau harus mengembalikannya dalam tempo tiga bulan.” Rasya meminta perpanjangan waktu. Sembari tersenyum, sang ibu menyetujui sampai enam bulan. Rasya sangat senang bisa mendapatkan kalung itu. Tak lupa ia mengucapkan terima kasih kepada sang ibu. Sejak itu, setiap minggu Rasya membayar satu dolar. Kadangkala ia menyerahkan semua uang jajannya. Enam bulan kemudian, Rasya melunasi harga kalung itu. Ia merasakan keberhasilan yang luar biasa. Dengan hati-hati ia pakai kalung itu. Ia selalu ingin menjaganya. Bahkan, merawatnya melebihi pada benda lain.

    Sang Ayah menunggu sampai Rasya melunasi harga kalung itu. Seperti biasa, ia menggendong, meninabobokannya di kasur, dan membacakan cerita sampai ia lelap. Suatu malam, sang ayah bertanya pada Rasya, “Apakah kamu mencintai papa?” Rasya menjawab, “Tentu, aku sangat mencintai Papa.” Lebih lanjut sang ayah bertanya, “Lebih besar mana kecintaanmu pada ayah atau pada kalung itu?” Rasya menjawab, “Aku tentu lebih mencintaimu.” Mendengar jawaban itu, sang ayah meminta kalungnya. Rasya keget mendengar permintaan ayahnya. Ia berkata, “Papa, ambillah apa pun yang papa inginkan, asal jangan kalung ini. Sebab, kalung ini sangat berharga bagiku.” Lebih lanjut ia berkata, “Papa boleh mengambil bonekaku yang bisa bernyanyi dan menari. Tetapi, kumohon jangan pisahkan aku dari kalung ini.” Sang ayah tidak berkomentar apa-apa. Ia menciumi Rasya, lalu membalikkan badan dan keluar meninggalkan ruangan.

    Sebulan penuh sang ayah selalu seperti itu. Setiap hari yang ia tanyakan, “Lebih besar mana kecintaanmu, pada ayah atau kalung itu?” Rasya menjawab, “Aku lebih mencintai Papa.” Tetapi, ia menawarkan sesuatu yang lain pada ayahnya. Pernah ia menawarkan gajah yang menjadi temannya bermain. Di lain kesempatan ia menawarkan berbagai permainannya. Tetapi, ia tidak rela kalungnya berpindah tangan. Sebulan kemudian, Rasya beranjak tidur seorang diri. Ketika sang ayah datang, Rasya duduk termangu di tengah tempat tidur. Tiba-tiba ia meminta sang ayah membuka tangan kanannya. Sungguh mengagetkan, kalung itu berada dalam genggamannya. Kalung yang sangat dicintai Rasya. Rasya berkata, “Papa, engkau tahu kalung ini begitu berharga bagiku. Tetapi, aku masih jauh lebih mencintaimu.” Setelah berkata demikian, Rasya menyerahkan kalung itu pada sang ayah. Dan benar, ayahnya pun mengambilnya. Tetapi, ia juga meminta Rasya memasukkan tangannya ke dalam saku sang ayah. Ketika itu dilakukan, ia mendapati sebuah kotak besar. Sang ayah berkata, “Keluarkan kotak itu, dan bukalah.” Ketika kotak dibuka, Rasya sontak berteriak kegirangan. Sebuah kalung emas berkilauan di dalamnya. Rasya berkata, “Apa ini, Papa?’ Sang ayah menjawab, “Itu untukmu. Sejak kamu membeli kalung palsu, aku membelinya untukmu.” Rasya bertanya lagi, “Maksud Papa apa?”

    Sang ayah menjelaskan, “Kamu tidak akan mendapatkan perhiasan yang asli kerena keaslian kalung itu hanya ada dalam pikiranmu. Supaya pikiranmu positif, kamu harus menanggalkan seluruh pikiran negatif yang membuatmu terus-terusan bekeluh kesah, kendati berkenaan dengan sesuatu yang positif. Karena itu, anakku, dari hari pertama kamu harus mewaspadai dan memerhatikan pikiranmu sebelum berubah menjadi perilaku dan kebiasaan.”

    Lebih lanjut sang ayah berkata, “Jika ingin dicintai orang lain, pertama kali kamu harus mencintai mereka. Jika kamu ingin menjadi pribadi yang positif dan hidupmu bahagia, pertama-tama kamu harus menanggalkan pikiran yang melahirkan penderitaan bagimu.” Setelah berkata demikian, sang ayah mendekati Rasya. Sambil menatap matanya ia berkata, “Rasya, ingat bahwa Allah jauh lebih mencintaimu daripada aku dan mama. Karena itu, Dia meminta kita menggunakan kemampuan dan mukjizat yang diberikan kepada kita, antara lain akal. Dengan akal kita berpikir dan merencanakan sesuatu. Akallah yang mengantarkan kita mencapai sesuatu. Karena itu, Allah berfirman, Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum hingga mereka mengubah yang ada pada diri mereka sendiri (al-Ra’d: 11).

    Rasya menangis dan memeluk sang ayah. Ia berkata, “Papa, ini pelajaran terbaik yang kuterima dari Papa sampai saat ini. Mulai besok, aku akan melaksanakan apa pun untuk mengubah pikiran palsu menjadi pikiran yang hakiki. Aku akan mengubah pikiran negatif menjadi pikiran positif. Sebab, sekarang aku sadar betul bahwa sudah satu bulan ini aku tidak mendapatkan kalung yang asli gara-gara mempertahankan kalung yang palsu. Aku sudah mengambil keputusan untuk mengganti pikiran palsu dengan pikiran hakiki. Terima kasih, Papa.” Setelah berkata demikian, Rasya memejamkan kedua matanya yang kecil. Sebuah senyum merekah terkulum indah di parasnya yang cantik jelita. Sampai sekarang, sang ayah masih terus melihatnya.

Saya ingin bertanya kepada Anda:

-    Apakah pikiran negatif semakin mendekatkan Anda pada Allah?
-    Apakah pikiran negatif membantu Anda mewujudkan cita-cita?
-    Apakah pikiran negatif membantu Anda memperbaiki kesehatan?
-    Apakah pikiran negatif menjadikan Anda sebagai seorang ayah, ibu, saudara, atau anak yang lebih baik?
-    Apakah pikiran negatif membantu Anda untuk lebih maju di bidang akademis atau karier?
-    Apakah pikiran negatif membantu Anda meningkatkan pendapatan?
-    Apakah pikiran negatif menjadikan orang lain lebih pandai mencintai Anda?
-    Apakah pikiran negatif membantu kita membangun masa depan masyarakat?
-    Apakah pikiran negatif mendukung nilai-nilai dan kepercayaan yang kita anut?
-    Apakah pikiran negatif membantu Anda mencapai kebahagiaan yang diinginkan?

Untuk semua pernyataan di atas, Anda pasti akan menjawab, “Tidak.” Pikiran negatif justru akan menghasilkan sebaliknya. Selain menjauhkan kita dari Allah, ia juga menjauhkan kita dari cita-cita dan menimbulkan masalah psikis, kesehatan, keluarga dan sosial. Pikiran negatif juga menguburkan nilai-nilai dan mengancam keberlangsungan hidup kita. 

    Bersama saya, mulai hari ini, mari tanggalkan pikiran negatif. Lakukan seperti Rasya merelakan kalungnya yang palsu lepas dari tangannya. Dekatkanlah diri Anda pada Allah dan bertawakkallah kepada-Nya. Anda akan hidup lebih baik daripada yang Anda bayangkan. Jalan menggapai semua itu tidak mudah. Yakinlah bahwa untuk mewujudkan apa pun di dunia ini memang tidak mudah. Tetapi, jika mampu mencapainya, Anda akan merasakan keberhasilan yang luar biasa. Kesulitan yang Anda hadapi akan berubah menjadi potensi. Kegelapan akan berubah menjadi cahaya.

    Sekarang, setelah mengarungi samudra “kekuatan pikiran” dan “berpikir negatif”, mari kita meneruskan ke stasiun berikutnya, yaitu tentang “berpikir positif”. Di stasiun ini kita akan menemukan kekuatan pikiran positif dan bagaimana ia dapat kita gunakan sebagai strategi mengubah pikiran negatif menjadi kekuatan positif.[]