Welcome to The Family

Rabu, 23 Oktober 2013

Faktor faktor Penyebab Berpikir Negatif_9

Persahabatan Yang Tidak Baik


Saya menghadiri undangan makan malam di rumah seorang kawan. Di rumah itu hadir sekitar tiga puluh orang. Mereka berbincang-bincang tentang politik dan mencaci maki para tokohnya. Tidak lama kemudian, tema pembicaraan beralih pada problem kehidupan dan kondisi psikologis yang terjadi pada kami. Selanjutnya beralih pada membicarakan orang lain dengan cara-cara negatif. Saat itu saya merasa tidak nyaman. Maka, setelah mengucapkan terima kasih kepada kawan, saya pamit pulang. Setiba di rumah, apa yang terjadi di sana saya tulis dalam agenda. Ternyata pikiran negatif mengundang daya tarik pikiran sejenis dan mengundang banyak hal, seperti yang berlaku dalam hukum gravitasi.

    Jadi, persahabatan yang tidak baik menyebabkan kita berkonsentrasi pada hal-hal negatif. Akal pun membukakan file-file negatif hingga menghasilkan sesuatu yang serupa dengannya. Pepatah Arab mengatakan, “Teman duduk seseorang menggambarkan dirinya.” Rasulullah saw. bersabda, “Seseorang itu tergantung agama temannya. Maka, perhatikan olehmu dengan siapa engkau berteman.” Ibu mendoakan saya, “Anakku, semoga Allah menjauhkanmu dari teman-teman yang tidak baik.”

    Pikiran negatif menjadikan bahasa seseorang menjadi negatif dan yang terdengar hanya keluhan. Hal itu membuat orang-orang yang berpikir positif tidak tertarik untuk berinteraksi dengannya. Sebab, orang-orang yang berpikir positif memiliki pola pikir berorientasi solusi, maju, dan berkembang. Sementara orang-orang yang berpikir negatif hanya berkutat pada problem, menular pada orang lain.

    Hal ini mengingatkan saya pada seorang ibu yang menemui saya usai seminar sore hari dengan tema “Rahasia Keberhasilan Hubungan Suami-Istri.” Ia berkata kepada saya, “Doktor, semua yang Anda katakan tentang pikiran negatif itu kurasakan kebenarannya. Tidak salah jika Anda katakan bahwa pikiran negatif dapat menyebabkan perceraian.” Kami pun menasehatinya untuk tidak mengajak orang lain ikut campur dalam kehidupan kita. Setelah itu ia berkata, “Kurasa suamiku tidak lagi memerhatikanku seperti dulu. Aku selalu berpikir dan membanding-bandingkan bahwa hubungan kami saat ini sudah tidak semanis dulu. Aku mulai meragukannya: jangan-jangan ia menjalin hubungan gelap dengan perempuan lain. Pikiran negatif ini meracuni otakku hingga aku seperti tidak waras lagi. Suatu hari aku datang memenuhi undangan seorang temanku. Saat itu aku menceritakan perasaanku kepadanya. Ternyata ia sependapat denganku. Ia mengaku mengalami hal yang sama. Tidak lama kemudian, ia memergoki suaminya bermesraan dengan perempuan lain.  Sang suami tentu tidak bisa mengelak. Namun, ia berjanji untuk meninggalkan wanita simpanannya. Dan benar, ia pun menepati janjinya. Tapi sejak saat itu, ia tidak lagi percaya pada suaminya. Bahkan tekadnya untuk minta cerai sudah bulat.”

    Selanjutnya ia berkata kepada saya, “Doktor, setelah pulang dari rumah temanku, aku benar-benar terpukul. Di rumah aku menunggu suamiku pulang. Setelah ia datang, aku menyambutnya sesuai dengan nyala pikiranku. Ia tidak meladeniku. Ia justru memintaku membuktikan sendiri untuk memastikan bahwa ia bekerja berjam-jam untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan anak-anak agar dapat hidup dengan layak. Saat itu aku merasa sedikit lega, tapi ucapan temanku tetap terngiang-ngiang di telingaku sepanjang malam. Akibatnya. Aku tidak bisa memejamkan mata. Hari berikutnya, aku menghubungi seorang kawan dan memintanya memata-matai suamiku. Aku hanya ingin memastikan ia tidak menghianatiku. Ternyata benar, suamiku dizalimi kecurigaanku. Sebab, ia benar-benar bekerja keras sepanjang hari. Bahkan, ia juga melakukan pekerjaan lain untuk meningkatkan kesejahteraan kehidupan keluarga. Aku merasa lega, tapi juga resah karena pikiran negatif yang muncul di benakku mengundang pikiran negatif lainnya.”

    Seseorang yang berpikir negatif akan mendapatkan penguatnya. Maka, terjadilah semacam pembenaran dan menambah problem semakin kompleks. Pepatah mengatakan, “Kesengsaraan menarik kesengsaraan lain. Orang yang sengsara menarik orang lain untuk sengsara pula.”

    Pikiran negatif membuat seseorang merasa senang pada orang yang mendukung pendapat negatifnya dan orang yang memiliki pikiran sejenis dengannya. Jadi, pikiran negatif melahirkan persahabatan yang negatif. Persahabatan negatif memperkuat pikiran negatif. Dengan begitu orang tersebut hidup dalam rotasi negatif. Tak pelak permasalahan yang dihadapi semakin membesar dan hidupnya semakin tak terarah.

Media informasi
Saya shalat Jumat di satu masjid di Montreal. Saat itu khatib menyebut televisi sebagai “layar setan”. Saat itu ia berbicara tentang waktu yang terbuang percuma dan bagaimana kebanyakan orang menyia-nyiakan waktu untuk sesuatu yang tidak bermanfaat dan berbahaya. Siaran televisi semakin tidak bermakna, tidak seperti dulu lagi. Usai shalat saya mendekati sang khatib. Saya mengucapkan selamat kepadanya yang berhasil memengaruhi hadirin dengan kuat. Saya bertanya, “Apa yang Anda maksud dengan layar setan?” Ia menjawab, “Allah memberi kita akal agar digunakan untuk sesuatu yang bermanfaat. Dengan akal kita diperintahkan banyak berpikir tentang penciptaan langit dan bumi. Dengan akal pula kita diharapkan dapat semakin dekat kepada-Nya. Tetapi, ternyata ada orang yang menjadikan akal yang luar biasa ini untuk kejahatan. Kita lihat televisi menayangkan para artis yang erotis. Tujuannya tentu mengumbar syahwat, menjadikan masyarakat, terutama kaum remaja, terjerumus ke lembah perzinaan.” Lebih lanjut ia berkata, “Kalau pun ada berita, bahasa yang digunakan bersifat negatif dan membuat orang yang menyaksikan merasa pesimis. Selain itu, televisi memengaruhi dan menakut-nakuti masyarakat. Sajian iklan dan musik yang sangat memengaruhi masyarakat dan mendatangkan kehidupan yang ironis. Hal ini terbukti secara ilmiah.” Dan ia berkata, “Bahasa kita menjadi negatif dan menyedihkan gara-gara layar laknat itu. Selaku dai, aku berkewajiban mengingatkan masyarakat akan bahayanya.”

    Ini contoh sederhana bahwa media informasi memiliki kekuatan untuk memengaruhi pemirsanya. Sebagian besar program yang disajikan hanya fokus pada masalah pengaruh seksualitas. Hal itulah yang membuat seseorang betah menyaksikannya berlama-lama.

    Saya punya teman yang taat beragama. Ia memutuskan untuk tidak menghadirkan televisi ke rumahnya. Ketika saya tanya, “Mengapa Anda lakukan itu?” Ia menjawab, “Karena terlalu banyak hal yang tidak bermanfaat di dunia ini, tidak seperti yang kami lihat di masa lalu. Program-program yang mereka sajikan tidak membantu kita mendekatkan diri kepada Allah.” Ia menambahkan, “Aku akui ada beberapa stasiun yang menyajikan program bagus dengan menyajikan para pakar, baik di bidang agama, akhlak, maupun karier. Namun, program yang lain sama sekali tidak memotivasi apa-apa. Yang ada hanya mendatangkan kerusakan, buang-buang waktu, mengundang pikiran negatif, dan menebarkan pesimisme pada masyarakat. Karena itu, aku putuskan untuk tidak menghadirkan televisi di rumahku. Uang yang ada aku gunakan untuk membeli kaset-kaset ajaran agama. Itulah yang bermanfaat bagiku dan anak-anakku.” Setelah itu ia mendekati saya dan berkata, “Doktor Ibrahim, layar ini sangat berbahaya. Jika tidak ada yang mengawasi, bisa menyebabkan kerusakan luar biasa. Maka, bertakwalah pada Allah pada setiap suguhan orang.”

    Ini contoh lain tentang kekuatan pengaruh media informasi dan bagaimana ia menjadi penyebab utama lahirnya pesimisme dan pikiran negatif yang membuat seseorang fokus pada hal-hal negatif. Itulah upaya menarik perhatian orang agar terus menyaksikannya.”

    Suatu hari seorang berkebangsaan Arab datang menemui saya di kantor, di Montreal. Ia berkata, “Tidakkan Anda menonton televisi yang menayangkan seminar sore hari Anda dan mengomentarinya dengan cara-cara yang negatif?” Saya jawab, “Tidak, aku tidak menontonnya. Sebenarnya aku tidak peduli dengan semua itu.” Ia berkata, “Doktor, ada beberapa orang yang sangat terpengaruh dengan tontonan itu. Alhasil mereka mengomentari Anda secara serampangan” Saya katakan, “Aku berdoa supaya Allah menunjukkan kebenaran pada mereka. Aku tidak ingin membuang-buang energi untuk meladeni mereka. Apalagi aku mendapatkan pahala kebaikan mereka.”

    Media informasi menjadi penyebab utama dalam memengaruhi orang dengan cara-cara yang negatif. Akibatnya pikiran dan konsentrasi terbentuk dengan pola yang serupa.