Welcome to The Family

Senin, 04 Februari 2013

Pikiran Memengaruhi Citra Diri

Dr. Maxwell Maltz, ahli bedah kecantikan dan juga penulis terkenal dunia, melakukan penelitian tentang citra diri. Dalam Psycho-Cybernetics ia menulis bahwa setiap manusia membuat citra diri dalam benaknya yang meliputi setiap aspek kehidupan. Dalam buku ia juga menceritakan kisah seorang gadis bernama Natalie yang merasa malu karena hidungnya pesek. Ia tidak mau bergaul bahkan meninggalkan bangku sekolah. Malang benar nasib Natalie. Orangtuanya kemudian menghubungi Dr. Maxwell Maltz dan memintanya melakukan bedah untuk mempercantik paras putri kesayangannya. Operasi pun berhasil. Setiap yang berjumpa Natalie mengucapkan selamat atas perubahan parasnya. Namun, Natalie tidak sepenuhnya bahagia. Lebih dari itu, ia tidak sepenuhnya melihat perubahan di wajahnya. Ketika ditanyaoleh Dr. Maltz, “Apa kamu melihat perubahan pada hidungmu sekarang?” Ia menjawab, “Ya, aku melihat perubahan, tapi aku tidak merasakannya.”

Dr. Maltz menjelaskan bahwa yang pertama kali harus dilakukan adalah mengubah pikiran Natalie. Sebab, pikiran itu yang membentuk citra dirinya. Setelah itu, baru melakukan operaasi untuk melakukan perubahan eksternal.

Citra diri dikategorikan sebagai salah satu penyebab terjadinya perubahan. Ada orang gemuk yang ingin berat badannya berkurang. Berbagai cara sudah dilakukan, tapi tidak berhasil. Sebab, ia hanya ingin perubahan eksternal tanpa melakukan perubahan internal. Ia harus melihat dirinya dari dalam dan meyakini sepenuhnya bahwa ia bisa mencapai berat badan yang diinginkan.

Ada juga orang yang ingin membebaskan diri dari kecanduan rokok. Berbagai cara sudah dicoba. Kadang kala ia berhasil, tapi kembali merokok ketika aada masalah tertentu. Hal ini terjadi karena citra diri di dalam benaknya sebagai seorang perokok belum berubah.

Di Montreal saya berjumpa seorang perempuan berusia sekitar tiga puluh. Ia sudah menikah dan memiliki emapt anak. Setiap hari ia mengisap rokok lebih dari lima puluh batang. Suatu saat ia menderita pembekuan pembuluh darah. Beruntung Allah menyelamatkannya hingga tiodak terjadi apa-apa. Pembekuan pembuluh darah itu hanya peringatan dari Allah agar ia menghindari kebiasaan buruk tersebut. Dan benar, ia menjauhi kebiasaan merokok selama enam bulan.

Tetapi, kebiasaan buruk itu kembali kambuh ketika ia dan suaminya bercerai. Sejak saat itu ia merokok lagi, bahkan lebih parah dari sebelumnya. Berbagai obat dan cara untuk meninggalkan kebiasaan merokok sudah dilakukan, tapi tidak membuahkan hasil. Di Montreal saya sempat berbicara dengannya.

Kutanyakan, “Apakah merokok itu penting bagi Anda?” Ia menjawab, “Ya, karena sudah terbiasa sejak 15 tahun. Sekarang usiaku 53 tahun. Jadi, rokok ini sudah menjadi bagian dari hidupku.” Lebih lanjut berkata, “Terkadang dengan merokok aku merasa tenang. Rokok ini membantu mengalihkan konsentrasiku. Dengan begitu, aku tidak pusing memikirkan berbagai persoalan yang ada. Rokok seperti menjadi sahabat setia yang aku gunakan untuk lari meninggalkan kenyataan hidup.” Saya bertanya, “Apa Anda yakin bisa meninggalkan kebiasaan merokok?” Dengan sigap ia menjawab,” Aku sudah berusaha berkali-kali, tapi tidak berhasil. Sekarang aku tidak percaya lagi dapat meninggalkannya.” Saya bertanya lagi, “Andai ternyata Anda bisa meninggalkan kebiasaan merokok, apakah Anda menilai diri Anda bukan perokok?” Ia menjawab, “Tidak sepenuhnya begitu. Aku memmandang diriku sebagai perokok lebih dari dua puluh tahun.” Saya bertanya lagi, “Apakah Anda merokok di depan anak-anak Anda?” Dengan cepat ia menjawab, “Tentu tidak. Aku tidak ingin anak-anak merokok. Lebih dari itu, aku tidak ingin menjadi penyebab mereka merokok. Setiap kali hal ini terlintas dalam pikiran, hatiku terasa pedih. Aku juga tidak merokok di depan orangtua, saudara-saudara perempuan, di dalam pesawat, dan di tempat-tempat bebas rokok.”

Pembicaraan terus berlangsung untuk menggali informasi tentang kebiasaan merokoknya, baik tentang waktu, tempat, perasaan, keyakinan, citra diri, hal-hal yang mencegahnya untuk merokok, dan lain-lain. Sebagai langkah awal kita harus bisa merubah keyakinan, citra diri, kemudian mengaitkan rasa sakit dengan kebiasaan merokok di akal bawah sadar. Setelah itu, baru bisa melakukan terapi secara perlahan dan mengubah kebiasaan menjadi sesuatu lebih penting. Dengan izin Allah perempuan itu bisa bebas dari kebiasaan merokok.

Sebagaimana Anda lihat, citra diri kadang kala menjaadi faktor utama bagi keberhasilan atau kegagalan dan kebahagiaan atau kesengsaraan.

Ada banyak faktor yang kuat memengaruhi citra diri, antara lain media informasi. Di layar kaca kita bisa menyaksikan suguhan pagelaran busana dengan para model bertubuh langsing. Tontonan itu menggoda para gadis untuk memiliki bentuk tubuh seperti mereka. Akibatnya, tidak sedikit kaum hawa melakukan diet keras hingga menderita anoreksia, yaitu takut terhadap makanan karena tidak mau berat tubuhnya bertambah.

Kebijaksanaan Afrika mengatakan, “Jika musuh internal tidak ada maka musuh eksternal tidak dapat menyakiti Anda.” Musuh besar manusia adalah dirinya sendiri. Aristoteles berkata, “Persoalan saya menghadapi diri sendiri melebihi beratnya persoalan saya menghadapi makhluk apa pun.” Semua itu disebabkan oleh pikiran yang kemudian memengaruhi citra diri.[]


Dr. Ibrahim Elfiky (Maestro Motivator Muslim Dunia)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar