Welcome to The Family

Senin, 03 Juni 2013

Bagian Kedua

BERPIKIR NEGATIF


Manusia tidak mungkin menghasilkan pengetahuan tanpa belajar cara berpikir.
[Confusius]



Seorang murid al-Hakim Zaynû sering mengeluhkan tentang apa saja dan di mana saja. Alhasil, banyak orang menjauhinya. Tinggallah ia seorang diri. Ia juga mengeluhkan persoalan yang dihadapi kepada Zaynû. Ia mengatakan bahwa orang-orang cemburu dan benci padanya. Al-Hakim Zaynû meminta pemuda itu pergi bersamanya. Saat berjalan bersama, mereka tiba di jalan yang gelap. Zaynû meminta pemuda itu melalui jalan itu. Ia tentu kaget dan bertanya, “Mengapa aku harus melalui jalan yang gelap ini? Mengapa bukan jalan yang terang supaya aku dapat mencapai tempat yang dituju?” Zaynû malah mengulangi kalimat yang sama, “Lalui jalan ini, aku akan menemuimu di jalan yang lain.” Setelah berkata demikian, Zaynû meninggalkan pemuda itu seorang diri. Pemuda itu mulai melewati jalan tersebut. Benar-benar gelap dan tidak dapat melihat apa pun. Bahkan ia tidak dapat melihat tangan dan kakinya sendiri. Sepanjang perjalanan ia bertanya-tanya, “Mengapa Zaynû meminta aku melalui jalan ini? Apakah ini ujian, atau karena ia sudah tua, jadi tidak menyadari apa yang ia ucapkan?” Ketika berpikir seperti itu, tiba-tiba ia membentur tembok di depannya. Ia berteriak kesakitan dan amat geram. Ia menjauhi tempat itu menuju tempat yang lain. Namun ia tetap tidak tahu ke mana arah keluar dari kegelapan ini. Ia juga sudah tidak tahu dari arah mana ia datang. Pemuda itu mulai disergap keraguan. Akhirnya ia berbalik. Ia marah pada Zaynû. Ia juga berpikir banyak hal negatif yang mungkin terjadi hingga ia membentur tembok lagi. Ia teriak dan memaki Zaynû. Ia mencelanya karena telah menempuh jalan lain. Bahkan ia menyalahkan dirinya sendiri karena mendengar kata-kata Zaynû. Tidak lama kemudian ia terjerumus ke lubang yang dalam. Ia berteriak dan mengerang kesakitan. Dalam kondisi terbakar amarah ia mengumpat dan memaki Zaynû. Ia berusaha keluar tapi tidak bisa karena lubang itu cukup dalam. Ia menangis dan tak ada yang bisa ia lakukan selain duduk menyesali diri. Ia benar-benar frustrasi hingga pingsan.

    Setelah sadar, ia teriak sekencang-kencangnya meminta pertolongan. Tak seorang pun mendengar teriakannya. Harapannya untuk dapat kembali pulang pun pupus. Tidak lama kemudian ia melihat secercah cahaya datang mendekat. Ia gembira sekali dan berteriak sekuat tenaga meminta bantuan. Ternyata, orang yang berdiri di hadapannya adalah al-Hakim Zaynû. Ia membantu pemuda itu keluar dari jurang lalu membimbingnya keluar dari kegelapan. Di ujung jalan pemuda itu menghentikan langkah Zaynû dan bertanya, “Aku ingin tahu, mengapa engkau lakukan ini padaku?” Zaynû tidak menjawab. Karena merasa tidak diacuhkan, pemuda itu marah. Ia kembali bertanya, “Mengapa engkau lakukan ini padaku?” kali ini Zaynû balik bertanya, “Apa yang bisa engkau petik sebagai pelajaran dari pengalaman ini?” Dengan kesal pemuda itu berkata, “Sejak hari ini aku tidak boleh mendengarkan ucapan orang lain atau percaya.” Zaynû mengayunkan langkahnya tanpa komentar. Tiba-tiba pemuda itu mengadang dan berkata, “Aku tahu ada pelajaran yang bisa diambil dari peristiwa yang aku alami. Kumohon engkau memaafkan karena aku teramat menderita di jalan itu. Untuk itu, kumohon engkau mengajariku dan menasehatiku.”

    Zaynû berkata, “Inilah yang seharusnya engkau ambil sebagai pelajaran, wahai pemuda. Ya, ini dia pelajarannya. Caramu bertanya yang terakhir itulah yang mendorongku untuk memberi jawaban. Sebab, cara itulah yang santun dan positif, juga punya tujuan yang bisa engkau ambil manfaatnya. Jalan gelap yang kuminta engkau melaluinya menggambarkan pikiran negatifmu. Tembok yang engkau bentur tidak lain adalah buah pikiran negatifmu. Jurang yang engkau terjatuh ke dalamnya juga hasil dari pikiran-pikiran negatifmu yang lain.”

    Setelah berkata demikian, Zaynû mendekati pemuda tersebut. Sambil menatap tajam bola matanya ia berkata, “Beginilah pikiran negatif itu, wahai pemuda. Pikiran negatif menjadikan seseorang tidak bisa melihat jalan yang terang. Ia lebih memilih jalan gelap di mana ia tidak menemukan jalan keluar dan membentur sesuatu yang menyakitkan. Selain itu, ia merasa tidak berarti, gagal, sakit, marah, dan segala sesuatu yang negatif sesuai jalan pikirannya. Karena itu, jika benar-benar ingin menjadi orang bijaksana, engkau harus menyadari betul bahwa di dalam dirimu ada musuh besar, yaitu pikiranmu yang negatif. Ketika engkau tahu cara menguasainya, ia akan berpihak kepadamu. Sama seperti kuda yang lepas kendali: bisa membunuhmu dengan satu tendangan. Tetapi, jika engkau mengajarinya, ia akan menjadi sahabat yang bermanfaat. Ingat, pikiranmu itu adalah pernuatanmu sendiri. Tak seorang pun di muka bumi ini dapat mengubahnya untukmu. Jadi, engkaulah orang satu-satunya yang bisa mengubah dan menjadikannya berpihak kepadamu serta membantumu agar tetap stabil dan meraih kebahagiaan.”

    Sejatinya pikiran negatif lebih berbahaya daripada yang kita bayangkan. Ia merangkai hidup ini menjadi mata rantai penderitaan, perasaan negatif, perilaku negatif, dan hasil yang negatif seperti sakit jiwa, sakit fisik, kesepian, dan ketakutan. Saya melihatnya seperti gigitan ular: sangat menyakitkan tapi tidak mengakibatkan kematian. Yang menyebabkan kematian adalah racun yang mengalir mengikuti peredaran darah. Begitu pula halnya dengan pikiran negatif: ia hanya bisikan yang muncul dalam diri seseorang. Yang membahayakan adalah pengulangan dan penumpukan pikiran dalam memori hingga menjadi kebiasaan yang dilakukan seseorang dalam hidupnya. Itulah kenapa penderitannya tiada berakhir.

    Pikiran negatif mencari dan memikirkan hal-hal negatif yang terjadi di masa lalu, kemudian menimbulkan rasa cemas dan menumbuhkan rasa takut menghadapi masa depan. Jika sudah demikian, hidup akan diwarnai perasaan dan keyakinan negatif hingga menimbulkan berbagai masalah. Dan orang yang berpikir secara negatif memiliki kekuatan imajinasi untuk masuk ke dalam berbagai hal negatif kendati berhadapan dengan sesuatu yang positif. Apakah Anda mengenal orang yang memiliki  pola pikir seperti ini? Sejatinya kita semua pernah berpikir negatif. Dalam kondisi seperti ini, sebagian orang berusaha mengubahnya dengan tawakal kepada Allah. Dan dari Dialah ia mendapatkan jalan keluar. Ada sebagian orang yang membiarkan pikiran negatif itu berkembang. Akibatnya, Anda akan melihat sebagian besar hidupnya berisikan penderitaan dan kesulitan. Jika mendapatkan kebahagiaan, orang seperti ini justru mencurigainya. Maka, kemudian malah muncul masalah baru.

Saya ingin bertanya kepada Anda:
Jika benar pikiran memiliki kekuatan seperti itu maka saya ingin bertanya pada Anda:

Mengapa banyak orang berpikir negatif hingga mereka merasa frustrasi?
Mengapa banyak orang berpikir negatif hingga menimbulkan penyakit kejiwaan dan fisik?
Mengapa banyak orang berpikir negatif hingga merampas kebahagiaan mereka?
Mengapa banyak orang berpikir negatif hingga menjauhkan mereka dari cita-citanya?
Mengapa banyak orang berpikir negatif hingga menimbulkan penderitaan bagi mereka?
Mengapa banyak orang memilih gizi untuk otaknya dari keranjang sampah?
Mengapa banyak orang berpikir negatif hingga menjauhkan mereka dari Allah?
Mengapa banyak orang berpikir negatif hingga mereka berperilaku merugikan di dunia dan akhirat?
Bukankah pertanyaan-pertanyaan di atas mengundang penasaran?


Ketika memutuskan untuk menulis buku ini, saya harus mengkaji berbagai masalah agar dapat memberikan pengetahuan yang luas dan dalam pada Anda. Untuk itu, saya menemui beberapa orang dengan berbagai karakter, etnis, status sosial, dan profesi. Kepada mereka saya ajukan pertanyaan-pertanyaan yang sama:

1.    Apakah Anda ingin bahagia? Jawabannya, “Ya.”
2.    Apakah Anda ingin selalu sukses? Jawabannya, “Ya.”
3.    Apakah Anda ingin memiliki kebebasan finansial? Jawabannya, “Ya.”
4.    Apakah Anda ingin memiliki kemandirian dalam pekerjaan? Jawabannya, “Ya.”


Saya terus mengajukan beberapa pertanyaan sejenis. Saya bertanya pada seseorang, “Apakah Anda merasa bahagia, sukses, stabil, memiliki kebebasan finansial, spiritual, pekerjaan, dan lain-lain?” Sungguh mengejutkan: ternyata yang benar-benar bahagia dan sukses dalam hidup kurang dari 10%. Kenyataan ini diperkuat oleh hasil penelitian di Universitas Yale, Amerika Serikat. Penelitian tersebut menandaskan bahwa penduduk dunia yang benar-benar stabil dan bahagia kurang dari 3%. Selebihnya baru pada level mendambakan. Sebatas ucapan dan belum dibuktikan dengan perbuatan. Penyebabnya adalah pikiran negatif telah menghalangi mereka untuk menggapai apa yang mereka inginkan.

Pada bagian ini Anda akan mendapatkan sebelas penyebab utama orang berpikir negatif hingga menjauhkan mereka dari harapan yang diinginkan dan membuat mereka menghadapi berbagai masalah. Pengetahuan Anda tentang penyebab-penyebab ini akan memperluas cakrawala pandangan dan membantu Anda mempersenjatai diri dengan ilmu dan pengetahuan. Imam ‘Ali berkata, “Pengetahuan adalah cakrawala hati dan ilmu adalah lantera akal. Dalam setiap pengalaman terdapat pelajaran.”

Mari kita lanjutkan perjalanan mengarungi kekuatan berpikir untuk mengeksplorasi faktor-faktor penyebab lahirnya pikiran negatif.[]



Dr. Ibrahim Elfiky (Maestro Motivator Muslim Dunia)


Baca juga :   
Pikiran dan Mata Rantai Persepsi_2

Penutup Bagian Pertama

Mari berpikir sejenak. Jika para dokter bedah melakukan operasi dan mengeluarkan semua pikiran Anda, apakah Anda masih akan menghadapi masalah? Tentu tidak. Sebab, masalah hanya ada dalam pikiran. Pimpinan yang tidak Anda sukai hanya ada dalam pikiran Anda. Teman yang tidak Anda tegur sejak bertahun-tahun hanya ada dalam pikiran Anda. Masalah yang Anda hadapi pada waktu kecil dalam keluarga, hanya ada dalam pikiran Anda. Kegagalan Anda pada masa lalu hanya ada dalam pikiran Anda. Sejatinya, segala sesuatu tetap ada dalam pikiran meski sudah terjadi sekian lama atau akan terjadi di masa akan datang.

    Pikiran adalah awal dari segala sesuatu. Agar dapat makan, Anda harus berpikir, konsentrasi, kemudian merasa lapar. Agar dapat minum, Anda harus berpikir haus. Agar dapat tidur, Anda harus berpikir ingin istirahat. Agar dapat tertawa, Anda harus memikirkan sesuatu yang lucu dari luar diri Anda atau kenangan lucu. Agar dapat menangis, Anda harus memikirkan sesuatu yang Anda dengar, Anda baca, atau kenangan yang ada dalam ingatan Anda. Agar dapat bahagia, toleran, dengki, cinta, berbuat sesuatu, dan lain-lain, maka yang pertama kali harus Anda lakukan adalah berpikir.

    Semua temuan yang kini kita gunakan, baik mobil, pesawat, baju, peralatan kedokteran, dan lain-lain berawal dari pikiran yang lahir di benak seseorang. Karena itu, ada pepatah yang mengatakan, “Apa yang Anda pikirkan akan terjadi.” Pepatah ini sangat benar. Sebab segala sikap dan perilaku kita yang menghasilkan diawali oleh pikiran. Ada pepatah lain mengatakan, “Manusia mati karena sesuatu yang mereka makan.” Menurut saya manusia mati karena sesuatu yang memangsa mereka. Sesuatu itu adalah pikiran. Pikiran inilah yang (75%) menyebabkan penyakit jiwa atau fisik.

    Jika Anda ingin mewujudkan impian Anda maka Anda harus memikirkan sesuatu yang mendukung Anda untuk menggapainya. Jauhi pikiran yang membuat Anda semakin jauh dari impian Anda serta yang menyebabkan kekhawatiran dan putus asa. Pilih dan gunakan pikiran terbaik untuk awal sebagaimana Anda memilih makanan terbaik untuk tubuh. Pikiran memiliki program yang jelas dan membuat file-file akal. Pikiran memengaruhi akal, tubuh, perasaan, dan perilaku hingga mendatangkan hasil yang sejenis. Selain itu, pikiran memengaruhi citra diri Anda, penghargaan terhadap diri sendiri, dan rasa percaya diri. Pikiran jiga memengaruhi kondisi jiwa dan kesehatan Anda. Pikiran melampaui batas waktu dan jarak. Ia dapat meningkatkan atau menurunkan energi Anda. Pikiran melahirkan kebiasaan sejenis, menjadikan hukum akal bawah sadar berpihak kepada Anda atau memusuhi Anda. Pikiran menciptakan mata rantai persepsi positif atau negatif.

    Karena semua itulah saya mempersembahkan pengetahuan tentang kekuatan pikiran ini. Karena Allah berfirman, Katakanlah, “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” (al-Zumar: 9).

    Rasulullah saw. Bersabda, “Sesungguhnya ilmu itu hanya bisa didapat dengan belajar.”

    Ibuku selalu berdoa, “Anakku, semoga Allah menjadikan wajahmu bagai berlian dan lidahmu bagai madu.” Doa ini membuat saya memusatkan pikiran untuk selalu tersenyum dan berpikir sebelum berbicara. Dalam perjalanan mengarungi samudra kekuatan pikiran, saya akan mengajak Anda ke stasiun berikutnya. Di sana kita akan menyingkap segala sisi “pikiran negatif”, sejak proses terbentuk dan pengaruhnya dalam kehidupan seseorang.[]



Dr. Ibrahim Elfiky (Maestro Motivator Muslim Dunia)


Baca juga :  

Pikiran dan Mata Rantai Persepsi_5








Mari kita mengulang kembali pemahaman tentang pikiran dan mata rantai persepsi. Pikiran melahirkan kenyataan yang sama; kenyataan ini menyebar dan meluas; terjalin hubungan harmoni antara manusia dan kenyataannya; manusia akan mendapat dukungan akal untuk kenyataan ini, baik positif atau negatif; pikiran membawanya pada prinsip bahwa akal manusia dibangun di atas kenyataan terakhir. Sekarang mata rantai persepsi membawa Anda pada prinsip perkembangan, yaitu Anda akan selalu menjadi lebih dari Anda saat ini. Dalam hukum akal bawah sadar, prinsip itu disebut hukum perkembangan dan perubahan. Segala sesuatu di dunia ini pasti mengalami perubahan. Benih yang Anda tanam hari ini akan menjadi pohon di masa depan dan pohon akan menumbuhkan buah.

    Pada awalnya manusia adalah janin, kemudian bayi, remaja, dewasa, dan lanjut usia. Prinsip ini memperluas cakrawala Anda dan membuat Anda bersikap waspada dalam berpikir. Sebab, Anda akan menjadi lebih besar. Jika seseorang terpaku pada pikiran bahwa ia sering gugup maka akan didukung oleh akalnya lalu pikiran itu dijadikan lebih banyak dan lebih kuat. Jika seseorang mengaku dirinya emosional maka tingkat emosinya akan semakin bertambah kuat. Jika seseorang menilai dirinya tidak bisa mengingat sesuatu yang dibaca atau didengar maka pikirannya akan kacau, bahkan dapat menyebabkan gangguan jiwa.

    Ketika baru belajar di sekolah perhotelan di Mesir, saya punya seorang teman yang berkali-kali mengaku benci pada guru protokoler. Dari waktu ke waktu ia sampaikan kebencian itu pada semua siswa. Guru itu dinilai telah mempermalukannya di hadapan siswa-siswa yang lain. Setiap kali ia bicara, semakin kuat kebenciannya. Ekspresi wajah dan gerak tubuhnya ikut berubah. Gaya bicaranya berapi-api, tarikan napasnya semakin cepat dan tersengal. Akhirnya ia terserang penyakit jantung. Ketika materi itu diujikan, ia tidak berhenti mengeluhkan sang guru. Keyakinan dan perilaku negatifnya semakin bertambah. Ia memutuskan untuk tidak mengikuti ujian materi tersebut. Lebih dari itu, ia menghampiri sang guru dan melontarkan kata-kata kotor. Guru itu melayangkan pengaduan resmi ke pihak manajemen. Karena itulah siswa tersebut dikeluarkan dari sekolah.

    Apa yang terjadi padanya dimulai dari satu pikiran, kemudian ditambah pikiran-pikiran lain yang sejalan dengan hukum pengulangan. Akhirnya, pikiran tersebut menjadi keyakinan dan bertambah kuat hingga menjadi kebiasaan. Kebiasaan itulah yang menyebabkannya dikeluarkan dari sekolah. Tanpa disengaja saya bertemu dengannya di salah satu negara Arab. Ia bekerja di salah satu toko elektronik. Ketika kami berbincang-bincang, tiba-tiba ia berkata, “Ingatkah Anda pada peristiwa yang terjadi padaku gara-gara guru protokoler itu? Dia telah menyebabkan aku dikeluarkan dari sekolah.” Saya katakan padanya, “Itu sudah jadi masa lalu.” Selanjutnya saya mengalihkan pembicaraan tentang tema yang lain. Ini contoh menegaskan bahwa (pikiran) manusia menjadi lebih banyak dari sebelumnya.

    Di sisi lain, prinsip ini bekerja pada Anda dengan cara-cara positif. Ketika Anda putuskan belajar bahasa asing untuk mendukung karier Anda, Anda memulai dari nol. Kemudian dari hari ke hari pengetahuan Anda semakin bertambah hingga Anda menguasai bahasa itu. Jika Anda menoleh ke masa lalu, kemudian bandingkan Anda saat ini dan Anda di masa lalu, Anda akan menemukan bahwa Anda lebih banyak dari sebelumnya.

    Karena itu, amatilah pikiran dan perilaku Anda. Anda pasti menemukan bahwa semua itu dimulai dari tidak ada, kemudian Anda menjadi pandai, baik dalam hal positif  atau negatif. Saya hanya ingin mengatakan bahwa Anda akan menjadi lebih banyak dari saat ini.[]


Dr. Ibrahim Elfiky (Maestro Motivator Muslim Dunia)


Baca juga :