Petinju dunia terkenal, Muhammad ’Ali, selalu berkata, “Akulah petinju terbaik di dunia. Aku selalu memprediksikan kemenangan dalam setiap pertandingan melawan siapa pun dengan kekuatan apa pun. Aku siap membuktikan ucapanku dengan tindakan.” Selain karena iman pada Allah, rasa percaya diri yang kuat, pikiran positif, proyeksi yang kuat yang dihubungkan dengan perasaan, dan latihan yang serius, ia berhasil menjadi petinju kelas dunia.
Ketika ditanya, “Mengapa Anda berkata seperti itu?” Ia menjawab, “Selain latihan fisik yang aku lakukan setiap hari, aku juga melakukan latihan berpikir positif (persepsi) yang aku percaya menjadi faktor penentu keberhasilan. Di antara faktor penunjang keberhasilan itu adalah rasa percaya diri dan proyeksi yang aku hubungkan dengan perasaanku. Latihan berpikir positif yang aku lakukan didasarkan atas itu semua.”
Juara karate sekaligus aktor dunia, Bruce Lee, melatih murid-muridnya bertanding dengan cara yang tidak populer saat itu. Ia menyebut latihan itu dengan istilah “mudah dan menahan”. Setiap sepuluh menit pertama dan sepuluh menit terakhir dalam setiap latihan ia melatih kekuatan pikiran murid-muridnya. Latihan ini diberikan untuk membantu mereka membangun rasa percaya diri dan keyakinan bahwa mereka mampu memprediksi kemenangan.
Para ahli melakukan penelitian. Mereka meletakkan seekor tikus di dalam sangkar dan di bagian ujungnya diletakkan sepotong keju. Sekitar sepuluh sentimeter dari posisi kedua ada kawat bermuatan listrik ringan. Apa pun yang menyentuhnya pasti kesetrum. Tikus itu sengaja tidak diberi makan selama 24 jam kemudian dimasukkan ke dalam sangkar itu. Maka, tikus mulai berjalan mendekati keju. Saat menyentuh kawat bermuatan listrik, ia kesetrum. Ia melompat balik kanan, kemudian lari tunggang langgang. Segenap kekuatan yang ada ia kerahkan untuk menyelamatkan diri. Hal seperti ini berlangsung selama satu minggu. Setelah itu, kawat bermuatan listrik itu diambil, lalu tikus kembali dimasukkan ke dalam sangkar itu. Seperti biasa ia mendekati keju. Ketika itulah para ahli dikejutkan oleh tindakan sang tikus. Ketika berjalan, tekanan darah dan detak jantungnya masih normal. Namun, ketika mendekati tempat kawat bermuatan listrik (yang sudah tidak ada), tiba-tiba ia berhenti. Detak jantungnya bertambah kencang dan tekanan darahnya meninggi. Ia terlihat sangat gugup dan jalannya semakin cepat. Tepat di tempat ia kesetrum, ia melompat, memutar badan, kemudian lari tunggang langgang. Padahal kawat bermuatan listrik itu sudah tidak ada. Jadi, penelitian ini membuktikan bahwa tikus sudah terprogram bahwa di tempat itu ada kawat bermuatan listrik yang membuatnya kesetrum. Maka, ia memproyeksikan keberadaannya meski kawat itu sudah tidak ada. Karena proyeksi itu, ia bersikap sama: melompat, memutar badan, lalu lari sekencang-kencangnya. Begitu juga setiap kali ia mendapatkan potongan keju. Pada akhir riset, para ahli menulis bahwa tikus itu betul-betul sudah terprogram. Ia memproyeksikan bahwa di sangkar terdapat potongan keju dan arus listrik.
Manusia juga seperti itu. Ketika melakukan sesuatu dan mendapatkan hasil tertentu maka ia memproyeksi hasil yang sama. Ia menjadi tertarik padanya karena pikiran dan proyeksi yang sama pula. Jika seseorang menginginkan hasil yang sama. Jika seseorang menginginkan hasil yang berbeda maka ia harus menciptakan perubahan dalam pikiran yang membentuk proyeksi.
Suatu hari seorang ayah membawa anaknya bermain di taman. Ketika sang ayah membeli makanan untuk dimakan bersama, sang anak tidak menghiraukan. Ia malah bermain dan berlari hingga ke bukit yang tidak jauh dari tempat itu. Ia minta diizinkan masuk ke dalam gua yang ada di bukit itu. Sang ayah tidak keberatan asal anaknya berhati-hati. Masuklah anak itu dengan hati gembira. Di dalam gua ia berteriak, “Aku senang sekali.” Tiba-tiba ia mendengar suara serupa, “Aku senang sekali.” Seperti ingin meyakinkan diri, anak itu kembali teriak, “Aku senang.” Suara itu juga berkata, “Aku senang.” Mendengar suara yang kedua kali, anak itu merasa takut. Ia langsung lari menghampiri ayahnya. Setibanya di pangkuan sang ayah, ia ceritakan apa yang terjadi di dalam gua.
Mendengar cerita anaknya, sang ayah meninggalkan semuanya dan ikut masuk ke dalam gua. Di sana ia kembali meminta sang anak mengulangi apa yang telah dilakukan. Anak itu berkata, “Aku senang.” Mendengar suara seperti yang dikatakannya, ia bertanya pada sang ayah, “Apa itu, Ayah?” Sang ayah menjawab, “Itu namanya gema, Anakku.” Anak itu bertanya lagi, “Apa itu gema, Ayah?” Sang ayah menjawab, “Gema itu pantulan suaramu. Anakku, aku ingin engkau tahu bahwa apa yang engkau pikirkan akan kembali kepadamu seperti jalan pikiranmu. Jika yang engkau pikirkan adalah toleransi, kemudian engkau meyakininya, lalu mengikatnya dengan perasaanmu, maka ia akan menjadi bagian dari perilakumu. Anakku, itulah yang oleh para ilmuwan disebut hukum gravitasi. Karena itu, hati-hatilah dengan pikiranmu dan perasaanmu. Sebab, hal itu akan menarik apa pun yang engkau pikirkan dan rasakan.”
Ada seorang teman yang menggunakan hukum proyeksi dan gravitasi untuk menemukan tempat parkir mobilnya. Setiap itu ia lakukan, ia selalu berhasil dengan cara tidak terpikirkan sama sekali. Yang ia lakukan hanyalah berkata pada diri sendiri, “Kendati tempat parkir sudah penuh, aku pasti menemukan tempat untuk memarkir mobilku.” Dan benar, ia mendapatkannya. Suatu hari, saya bersamanya. Sambil bercakap-cakap kami meluncur ke sebuah gedung pertemuan yang besar dan dipenuhi banyak mobil. Ia cerita tentang hukum proyeksi dan gravitasi. Menurutnya, setelah mempelajari bersama saya dalam pelatihan “hukum akal bawah sadar yang menentukan jalan hidupmu”, ia selalu mempraktikkan dalam hidupnya. Hasil yang diperoleh pun membaik. Hidupnya pun semakin baik. Ketika tiba di gedung pertemuan, ia tidak mendapatkan tempat untuk memarkir mobilnya. Sembari memandang saya ia berkata, “Bukan salah hukum itu, tapi karena aku tidak menggunakannya. Sebab, aku sibuk bercengkerama denganmu. Sekarang, mari kita keluar dari sini dan kembali lagi. Nanti aku akan menggunakan hukum itu.” Betul, kami pun keluar dari area itu. Sebelum kembali ke gedung, ia berhenti. Ditariknya napas dalam-dalam, kemudian ia memikirkan dirinya sendiri. Setelah itu, ia berkata, “Sepenuh apa pun, aku pasti mendapatkan tempat parkir.” Bersamaan dengan kami masuk ke arena gedung pertemuan, sebuah mobil keluar meninggalkan tempat kosong. Temanku tertawa dan berkata, “Seperti yang Anda lihat, hukum itu berfungsi. Namun, Anda harus menggunakannya untuk kemaslahatan Anda.” Pepatah Jepang menjelaskan, “Hati-hati dengan apa yang Anda pikirkan. Sebab, sangat mungkin Anda dapat mencapainya.”
Rasulullah saw. Bersabda, “Bersikap optimislah terhadap kebaikan, niscaya kalian mendapatkannya.” Kalimat ini mengandung hukum proyeksi dan gravitasi. Karena itu, Rasulullah saw. Berpesan bahwa jika kita menginginkan kebaikan maka kita harus memproyeksikannya. Selain itu Rasulullah saw. Bersabda. “Berdoalah kepada Allah dengan keyakinan. Ketahuilah bahwa Allah tidak menerima doa dari hati yang lalai dan bermain-main.” Ini pernyataan lain dari Rasulullah yang menegaskan kekuatan hukum proyeksi dan gravitasi. Kekuatan pikiran lebih jauh dari yang dibayangkan manusia. Ia bisa membawa Anda pada kebahagiaan atau kesengsaraan.
Mari kita lanjutkan menyingkap kekuatan pikiran dan pengaruhnya pada hukum keyakinan.
Dr. Ibrahim Elfiky (Maestro Motivator Muslim Dunia)
Baca juga :
Pikiran Melahirkan Kebiasaan
Pengaruh Pikiran terhadap Sistem Kerja Akal Bawah Sadar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar