Welcome to The Family

Rabu, 11 Januari 2012


Berapa jam rata-rata dalam sehari Anda bergelut dengan kemacetan jalan-jalan di Jakarta? Empat sampai lima jam? Parah, tapi belum apa-apa. Jika soal kemacetan ini tak ditangani secara serius, pada 2014 Jakarta bakal macet total.

KETIKA JAKARTA MACET TOTAL

Ketua Masyarakat Transportasi Wilayah DKI Jakarta, Tri Tjahjono bilang, kemacetan memang sudah sampai pada tahap “menurunkan kualitas hidup”. Makin menurun makin tak produktif pula aktivitas yang dilakukan. Makin tak produktif makin tak maksimal pula hasilnya. “Sudah kronis,” kata Tri.
Kemacetan kini tak hanya terjadi saat jam sibuk, tapi hampir setiap jam. Menurut Tri, kemacetan tersebut dipicu oleh pertumbuhan Jakarta yang tidak ideal. Jakarta memang sudah tidak lagi kuat menampung 10 - 12 juta orang seperti saat ini. Padahal, dengan pertumbuhan yang pesat, mobilitas manusia kian tinggi, sehingga diperlukan sistem transportasi yang dapat diandalkan.
Ketua Sekolah Tinggi Manajemen Transpor Trisakti Jakarta, Husni Hasan, AMTrU, S.Sos, MM mengatakan kendaraan pribadi merupakan penyebab terbesar dari kemacetan di Jakarta, dan tahun ini jumlahnya kian meningkat. Berdasarkan data Dinas Perhubungan DKI Jakarta, dari kurun waktu 2004 – 2009, kebutuhan perjalanan di DKI mencapai 20,7 juta perjalanan/hari. Pertumbuhan kendaraan pribadi pun cukup tinggi yaitu 6,7 juta unit/hari atau sekitar 1.172 buah, 186 mobil, dan 986 motor. Sementara itu, pertambahan kendaraan angkutan umum mencapai 91.082 unit.
Penggunaan kendaraan pribadi melayani 44% perjalanan, sedangkan kendaran umum melayani 56% perjalanan, dan 3% sisanya oleh KRL Jabodetabek.

Makin runyam
Jika kemacetan di Jakarta sudah memasuki tahap kronis, apakah suatu saat Jakarta bakal macet total? Semua aktivitas manusia lumpuh. Orang tidak bisa ke mana-mana karena kendaraan berkumpul jadi satu di jalan-jalan utama. Mungkinkah ini terjadi?
Husni Hasan tak menampik jika pada 2014 Jakarta akan macet total. Bahkan jelang 2014 pun, kira-kira dua tahun sebelumnya kemacetan parah akan bisa dirasakan warga ibukota. Menurut Husni, kemacetan total bisa terjadi jika penggunaan kendaraan pribadi tidak dikendalikan. Pada 2014, diperkirakan terjadi pertemuan antara luas kendaraan dengan luas jalan. Jalan sudah tidak dapat lagi dipenuhi dengan kendaraan baru. Pertumbuhan panjang jalan terjadi sekitar 0,01% per tahunnya.
Sebenarnya, problem kemacetan ini, menurut Tri Tjahjono, tidak akan terjadi jika pemerintah berfikir tentang investasi infrastruktur atau ketersediaan fasilitas publik yang cukup dan memadahi. Justru yang terjadi adalah pertumbuhan infrastruktur tidak bisa mengejar ketinggalan pertumbuhan penduduk Jakarta. Contoh gampangnya, busway. Angkutan yang kian diminati orang karena ber-AC dan katanya lebih cepat ini terbukti tidak mampu menampung lonjakan jumlah penumpang di jam-jam sibuk.
“Tidak ada perencanaan strategis, kondisi politik yang berganti-ganti, serta pola pemerintahan kota jadi sebab keterlambatan infrastruktur ini. Kalau sekarang mau investasi ya sudah terlambat. Lahan kosong udah sangat jarang dan kalaupun ada harganya akan sangat tinggi. Bila ingin membangun infrastruktur pun, masalah sosial akan banyak bermunculan,” paparnya.

Pemerintah sebenarnya sudah berupaya. Ada rencana Mass Rapid Transit (MRT) atau sistem angkutan massal, saat Sutiyoso masih menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta diperkenalkan sebagai Pola Transportasi Makro (PTM). Saran transportasi yang dirancanakan lewat proyek PTM ini meliputi busway, monorel, subway, dan transportasi air.
Dari empat jenis angkutan publik ini, busway yang mudah untuk direalisasikan karena biayanya paling murah. Sebagai gambaran, biaya pembangunan busway sekitar AS $ 2 juta – 5 juta per km. Subway menelan biaya AS $ 50 juta – 150 juta.
Tak sekadar busway, pada 2016 nanti pemerintah juga berencana mengembangkan sistem angkutan massal berbasis kereta api, mirip yang ada di Singapura, MRT berbasis rel ini akan menjangkau kurang lebih 108,7 km dari kawasan Lebak Bulus hingga Bundaran Hotel Indonesia dengan 13 stasiun yang didirikan di permukaan tanah dan bawah tanah. Stasiun Dukuh Atas direncanakan menjadi stasiun penghubung yang terintegrasi dengan sarana transportasi yang lain.
Keamanan dan kenyamanan, bangunan tahan gempa untuk sarananya, persoalan banjir, tanah lembek hingga ancaman terorisme konon sudah diantisipasi. Masalahnya, apakah semua itu sudah cukup untuk menghindari macet total pada 2014?

Urban community
Menurut Tri Tjahjono, langkah yang mesti dilakukan pemerintah saat ini adalah urban community, yaitu bagaimana memindahkan orang dan barang dari tempat satu ke tempat yang lain. Bukan memindahkan kendaraan dari satu titik ke titik yang lain.
“Seandainya saja dari Jln. Thamrin dibuat lorong bawah tanah,” kata Tri. Basement yang mereka miliki didesain untuk pejalan kaki dengan menyuguhkan berbagai fasilitas seperti AC, maka orang akan memilih lorong itu ketimbang bermacet ria. Untuk merealisasikan konsep tersebut, ketersediaan angkutan massal dengan feeder-nya (angkutan pengumpan) dan jaringan jalan yang memadai sangat diperlukan. Tentu saja pengaturan rambu turut mendukungnya.
Angkutan massal seperti bus perlu didesain dengan menerapkan istilah kilometer pertama (berasosiasi dengan rumah) dan kilometer akhir (berasosiasi dengan tujuan). Misalnya busway, angkutan feeder perlu ditambah lagi agar tidak hanya menjangkau kawasan jabodetabek saja.
Angkutan umum selain busway pun tetap harus dioperasikan dalam rangka memudahkan orang untuk pergi ke tempat-tempat yang tidak bisa dijangkau busway. Makin banyak ketersediaan angkutan umum (kembali ke prinsip kilometer pertama dan akhir), orang akan lebih memilih jalan kaki ketimbang naik kendaraan pribadi. Maka secara tidak langsung, mendukung pembatasan kendaraan pribadi di jalan raya.
Berdasarkan catatan Kompas, dari 11.091 unit bus umum, sekitar 76 % atau 8.428 unit bis tidak aktif mengikuti uji kir periodik, padahal uji tersebut menentukan laik tidaknya beroperasi. Dinas Perhubungan DKI Jakarta pun telah mencatat pada 2010 - 2011, dari 1.799 bus, 355 bus dikandangkan dan 343 bus ditilang.
Standar kelaikan sangat berhubungan dengan risiko kecelakaan. Kalau keadaannya mengkhawatirkan seperti ini, mana mau orang beralih ke angkutan umum? Apalagi keluhan penumpang angkutan umum makin banyak seperti lantai bus yang bolong, pendingin AC yang tak memadai, asap knalpot yang hitam pekat, hingga perilaku pengemudi yang kebut-kebutan.

INTISARI April 2011, hal 164, oleh : Olivia Lewi Pramesti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar