BERPIKIR NEGATIF
Manusia tidak mungkin menghasilkan pengetahuan tanpa belajar cara berpikir.
[Confusius]
[Confusius]
Seorang murid al-Hakim Zaynû sering mengeluhkan tentang apa saja dan di mana saja. Alhasil, banyak orang menjauhinya. Tinggallah ia seorang diri. Ia juga mengeluhkan persoalan yang dihadapi kepada Zaynû. Ia mengatakan bahwa orang-orang cemburu dan benci padanya. Al-Hakim Zaynû meminta pemuda itu pergi bersamanya. Saat berjalan bersama, mereka tiba di jalan yang gelap. Zaynû meminta pemuda itu melalui jalan itu. Ia tentu kaget dan bertanya, “Mengapa aku harus melalui jalan yang gelap ini? Mengapa bukan jalan yang terang supaya aku dapat mencapai tempat yang dituju?” Zaynû malah mengulangi kalimat yang sama, “Lalui jalan ini, aku akan menemuimu di jalan yang lain.” Setelah berkata demikian, Zaynû meninggalkan pemuda itu seorang diri. Pemuda itu mulai melewati jalan tersebut. Benar-benar gelap dan tidak dapat melihat apa pun. Bahkan ia tidak dapat melihat tangan dan kakinya sendiri. Sepanjang perjalanan ia bertanya-tanya, “Mengapa Zaynû meminta aku melalui jalan ini? Apakah ini ujian, atau karena ia sudah tua, jadi tidak menyadari apa yang ia ucapkan?” Ketika berpikir seperti itu, tiba-tiba ia membentur tembok di depannya. Ia berteriak kesakitan dan amat geram. Ia menjauhi tempat itu menuju tempat yang lain. Namun ia tetap tidak tahu ke mana arah keluar dari kegelapan ini. Ia juga sudah tidak tahu dari arah mana ia datang. Pemuda itu mulai disergap keraguan. Akhirnya ia berbalik. Ia marah pada Zaynû. Ia juga berpikir banyak hal negatif yang mungkin terjadi hingga ia membentur tembok lagi. Ia teriak dan memaki Zaynû. Ia mencelanya karena telah menempuh jalan lain. Bahkan ia menyalahkan dirinya sendiri karena mendengar kata-kata Zaynû. Tidak lama kemudian ia terjerumus ke lubang yang dalam. Ia berteriak dan mengerang kesakitan. Dalam kondisi terbakar amarah ia mengumpat dan memaki Zaynû. Ia berusaha keluar tapi tidak bisa karena lubang itu cukup dalam. Ia menangis dan tak ada yang bisa ia lakukan selain duduk menyesali diri. Ia benar-benar frustrasi hingga pingsan.
Setelah sadar, ia teriak sekencang-kencangnya meminta pertolongan. Tak seorang pun mendengar teriakannya. Harapannya untuk dapat kembali pulang pun pupus. Tidak lama kemudian ia melihat secercah cahaya datang mendekat. Ia gembira sekali dan berteriak sekuat tenaga meminta bantuan. Ternyata, orang yang berdiri di hadapannya adalah al-Hakim Zaynû. Ia membantu pemuda itu keluar dari jurang lalu membimbingnya keluar dari kegelapan. Di ujung jalan pemuda itu menghentikan langkah Zaynû dan bertanya, “Aku ingin tahu, mengapa engkau lakukan ini padaku?” Zaynû tidak menjawab. Karena merasa tidak diacuhkan, pemuda itu marah. Ia kembali bertanya, “Mengapa engkau lakukan ini padaku?” kali ini Zaynû balik bertanya, “Apa yang bisa engkau petik sebagai pelajaran dari pengalaman ini?” Dengan kesal pemuda itu berkata, “Sejak hari ini aku tidak boleh mendengarkan ucapan orang lain atau percaya.” Zaynû mengayunkan langkahnya tanpa komentar. Tiba-tiba pemuda itu mengadang dan berkata, “Aku tahu ada pelajaran yang bisa diambil dari peristiwa yang aku alami. Kumohon engkau memaafkan karena aku teramat menderita di jalan itu. Untuk itu, kumohon engkau mengajariku dan menasehatiku.”
Zaynû berkata, “Inilah yang seharusnya engkau ambil sebagai pelajaran, wahai pemuda. Ya, ini dia pelajarannya. Caramu bertanya yang terakhir itulah yang mendorongku untuk memberi jawaban. Sebab, cara itulah yang santun dan positif, juga punya tujuan yang bisa engkau ambil manfaatnya. Jalan gelap yang kuminta engkau melaluinya menggambarkan pikiran negatifmu. Tembok yang engkau bentur tidak lain adalah buah pikiran negatifmu. Jurang yang engkau terjatuh ke dalamnya juga hasil dari pikiran-pikiran negatifmu yang lain.”
Setelah berkata demikian, Zaynû mendekati pemuda tersebut. Sambil menatap tajam bola matanya ia berkata, “Beginilah pikiran negatif itu, wahai pemuda. Pikiran negatif menjadikan seseorang tidak bisa melihat jalan yang terang. Ia lebih memilih jalan gelap di mana ia tidak menemukan jalan keluar dan membentur sesuatu yang menyakitkan. Selain itu, ia merasa tidak berarti, gagal, sakit, marah, dan segala sesuatu yang negatif sesuai jalan pikirannya. Karena itu, jika benar-benar ingin menjadi orang bijaksana, engkau harus menyadari betul bahwa di dalam dirimu ada musuh besar, yaitu pikiranmu yang negatif. Ketika engkau tahu cara menguasainya, ia akan berpihak kepadamu. Sama seperti kuda yang lepas kendali: bisa membunuhmu dengan satu tendangan. Tetapi, jika engkau mengajarinya, ia akan menjadi sahabat yang bermanfaat. Ingat, pikiranmu itu adalah pernuatanmu sendiri. Tak seorang pun di muka bumi ini dapat mengubahnya untukmu. Jadi, engkaulah orang satu-satunya yang bisa mengubah dan menjadikannya berpihak kepadamu serta membantumu agar tetap stabil dan meraih kebahagiaan.”
Sejatinya pikiran negatif lebih berbahaya daripada yang kita bayangkan. Ia merangkai hidup ini menjadi mata rantai penderitaan, perasaan negatif, perilaku negatif, dan hasil yang negatif seperti sakit jiwa, sakit fisik, kesepian, dan ketakutan. Saya melihatnya seperti gigitan ular: sangat menyakitkan tapi tidak mengakibatkan kematian. Yang menyebabkan kematian adalah racun yang mengalir mengikuti peredaran darah. Begitu pula halnya dengan pikiran negatif: ia hanya bisikan yang muncul dalam diri seseorang. Yang membahayakan adalah pengulangan dan penumpukan pikiran dalam memori hingga menjadi kebiasaan yang dilakukan seseorang dalam hidupnya. Itulah kenapa penderitannya tiada berakhir.
Pikiran negatif mencari dan memikirkan hal-hal negatif yang terjadi di masa lalu, kemudian menimbulkan rasa cemas dan menumbuhkan rasa takut menghadapi masa depan. Jika sudah demikian, hidup akan diwarnai perasaan dan keyakinan negatif hingga menimbulkan berbagai masalah. Dan orang yang berpikir secara negatif memiliki kekuatan imajinasi untuk masuk ke dalam berbagai hal negatif kendati berhadapan dengan sesuatu yang positif. Apakah Anda mengenal orang yang memiliki pola pikir seperti ini? Sejatinya kita semua pernah berpikir negatif. Dalam kondisi seperti ini, sebagian orang berusaha mengubahnya dengan tawakal kepada Allah. Dan dari Dialah ia mendapatkan jalan keluar. Ada sebagian orang yang membiarkan pikiran negatif itu berkembang. Akibatnya, Anda akan melihat sebagian besar hidupnya berisikan penderitaan dan kesulitan. Jika mendapatkan kebahagiaan, orang seperti ini justru mencurigainya. Maka, kemudian malah muncul masalah baru.
Saya ingin bertanya kepada Anda:
Jika benar pikiran memiliki kekuatan seperti itu maka saya ingin bertanya pada Anda:
Mengapa banyak orang berpikir negatif hingga mereka merasa frustrasi?
Mengapa banyak orang berpikir negatif hingga menimbulkan penyakit kejiwaan dan fisik?
Mengapa banyak orang berpikir negatif hingga merampas kebahagiaan mereka?
Mengapa banyak orang berpikir negatif hingga menjauhkan mereka dari cita-citanya?
Mengapa banyak orang berpikir negatif hingga menimbulkan penderitaan bagi mereka?
Mengapa banyak orang memilih gizi untuk otaknya dari keranjang sampah?
Mengapa banyak orang berpikir negatif hingga menjauhkan mereka dari Allah?
Mengapa banyak orang berpikir negatif hingga mereka berperilaku merugikan di dunia dan akhirat?
Bukankah pertanyaan-pertanyaan di atas mengundang penasaran?
Ketika memutuskan untuk menulis buku ini, saya harus mengkaji berbagai masalah agar dapat memberikan pengetahuan yang luas dan dalam pada Anda. Untuk itu, saya menemui beberapa orang dengan berbagai karakter, etnis, status sosial, dan profesi. Kepada mereka saya ajukan pertanyaan-pertanyaan yang sama:
1. Apakah Anda ingin bahagia? Jawabannya, “Ya.”
2. Apakah Anda ingin selalu sukses? Jawabannya, “Ya.”
3. Apakah Anda ingin memiliki kebebasan finansial? Jawabannya, “Ya.”
4. Apakah Anda ingin memiliki kemandirian dalam pekerjaan? Jawabannya, “Ya.”
Saya terus mengajukan beberapa pertanyaan sejenis. Saya bertanya pada seseorang, “Apakah Anda merasa bahagia, sukses, stabil, memiliki kebebasan finansial, spiritual, pekerjaan, dan lain-lain?” Sungguh mengejutkan: ternyata yang benar-benar bahagia dan sukses dalam hidup kurang dari 10%. Kenyataan ini diperkuat oleh hasil penelitian di Universitas Yale, Amerika Serikat. Penelitian tersebut menandaskan bahwa penduduk dunia yang benar-benar stabil dan bahagia kurang dari 3%. Selebihnya baru pada level mendambakan. Sebatas ucapan dan belum dibuktikan dengan perbuatan. Penyebabnya adalah pikiran negatif telah menghalangi mereka untuk menggapai apa yang mereka inginkan.
Pada bagian ini Anda akan mendapatkan sebelas penyebab utama orang berpikir negatif hingga menjauhkan mereka dari harapan yang diinginkan dan membuat mereka menghadapi berbagai masalah. Pengetahuan Anda tentang penyebab-penyebab ini akan memperluas cakrawala pandangan dan membantu Anda mempersenjatai diri dengan ilmu dan pengetahuan. Imam ‘Ali berkata, “Pengetahuan adalah cakrawala hati dan ilmu adalah lantera akal. Dalam setiap pengalaman terdapat pelajaran.”
Mari kita lanjutkan perjalanan mengarungi kekuatan berpikir untuk mengeksplorasi faktor-faktor penyebab lahirnya pikiran negatif.[]
Dr. Ibrahim Elfiky (Maestro Motivator Muslim Dunia)
Baca juga :
Pikiran dan Mata Rantai Persepsi_2
Setelah sadar, ia teriak sekencang-kencangnya meminta pertolongan. Tak seorang pun mendengar teriakannya. Harapannya untuk dapat kembali pulang pun pupus. Tidak lama kemudian ia melihat secercah cahaya datang mendekat. Ia gembira sekali dan berteriak sekuat tenaga meminta bantuan. Ternyata, orang yang berdiri di hadapannya adalah al-Hakim Zaynû. Ia membantu pemuda itu keluar dari jurang lalu membimbingnya keluar dari kegelapan. Di ujung jalan pemuda itu menghentikan langkah Zaynû dan bertanya, “Aku ingin tahu, mengapa engkau lakukan ini padaku?” Zaynû tidak menjawab. Karena merasa tidak diacuhkan, pemuda itu marah. Ia kembali bertanya, “Mengapa engkau lakukan ini padaku?” kali ini Zaynû balik bertanya, “Apa yang bisa engkau petik sebagai pelajaran dari pengalaman ini?” Dengan kesal pemuda itu berkata, “Sejak hari ini aku tidak boleh mendengarkan ucapan orang lain atau percaya.” Zaynû mengayunkan langkahnya tanpa komentar. Tiba-tiba pemuda itu mengadang dan berkata, “Aku tahu ada pelajaran yang bisa diambil dari peristiwa yang aku alami. Kumohon engkau memaafkan karena aku teramat menderita di jalan itu. Untuk itu, kumohon engkau mengajariku dan menasehatiku.”
Zaynû berkata, “Inilah yang seharusnya engkau ambil sebagai pelajaran, wahai pemuda. Ya, ini dia pelajarannya. Caramu bertanya yang terakhir itulah yang mendorongku untuk memberi jawaban. Sebab, cara itulah yang santun dan positif, juga punya tujuan yang bisa engkau ambil manfaatnya. Jalan gelap yang kuminta engkau melaluinya menggambarkan pikiran negatifmu. Tembok yang engkau bentur tidak lain adalah buah pikiran negatifmu. Jurang yang engkau terjatuh ke dalamnya juga hasil dari pikiran-pikiran negatifmu yang lain.”
Setelah berkata demikian, Zaynû mendekati pemuda tersebut. Sambil menatap tajam bola matanya ia berkata, “Beginilah pikiran negatif itu, wahai pemuda. Pikiran negatif menjadikan seseorang tidak bisa melihat jalan yang terang. Ia lebih memilih jalan gelap di mana ia tidak menemukan jalan keluar dan membentur sesuatu yang menyakitkan. Selain itu, ia merasa tidak berarti, gagal, sakit, marah, dan segala sesuatu yang negatif sesuai jalan pikirannya. Karena itu, jika benar-benar ingin menjadi orang bijaksana, engkau harus menyadari betul bahwa di dalam dirimu ada musuh besar, yaitu pikiranmu yang negatif. Ketika engkau tahu cara menguasainya, ia akan berpihak kepadamu. Sama seperti kuda yang lepas kendali: bisa membunuhmu dengan satu tendangan. Tetapi, jika engkau mengajarinya, ia akan menjadi sahabat yang bermanfaat. Ingat, pikiranmu itu adalah pernuatanmu sendiri. Tak seorang pun di muka bumi ini dapat mengubahnya untukmu. Jadi, engkaulah orang satu-satunya yang bisa mengubah dan menjadikannya berpihak kepadamu serta membantumu agar tetap stabil dan meraih kebahagiaan.”
Sejatinya pikiran negatif lebih berbahaya daripada yang kita bayangkan. Ia merangkai hidup ini menjadi mata rantai penderitaan, perasaan negatif, perilaku negatif, dan hasil yang negatif seperti sakit jiwa, sakit fisik, kesepian, dan ketakutan. Saya melihatnya seperti gigitan ular: sangat menyakitkan tapi tidak mengakibatkan kematian. Yang menyebabkan kematian adalah racun yang mengalir mengikuti peredaran darah. Begitu pula halnya dengan pikiran negatif: ia hanya bisikan yang muncul dalam diri seseorang. Yang membahayakan adalah pengulangan dan penumpukan pikiran dalam memori hingga menjadi kebiasaan yang dilakukan seseorang dalam hidupnya. Itulah kenapa penderitannya tiada berakhir.
Pikiran negatif mencari dan memikirkan hal-hal negatif yang terjadi di masa lalu, kemudian menimbulkan rasa cemas dan menumbuhkan rasa takut menghadapi masa depan. Jika sudah demikian, hidup akan diwarnai perasaan dan keyakinan negatif hingga menimbulkan berbagai masalah. Dan orang yang berpikir secara negatif memiliki kekuatan imajinasi untuk masuk ke dalam berbagai hal negatif kendati berhadapan dengan sesuatu yang positif. Apakah Anda mengenal orang yang memiliki pola pikir seperti ini? Sejatinya kita semua pernah berpikir negatif. Dalam kondisi seperti ini, sebagian orang berusaha mengubahnya dengan tawakal kepada Allah. Dan dari Dialah ia mendapatkan jalan keluar. Ada sebagian orang yang membiarkan pikiran negatif itu berkembang. Akibatnya, Anda akan melihat sebagian besar hidupnya berisikan penderitaan dan kesulitan. Jika mendapatkan kebahagiaan, orang seperti ini justru mencurigainya. Maka, kemudian malah muncul masalah baru.
Saya ingin bertanya kepada Anda:
Jika benar pikiran memiliki kekuatan seperti itu maka saya ingin bertanya pada Anda:
Mengapa banyak orang berpikir negatif hingga mereka merasa frustrasi?
Mengapa banyak orang berpikir negatif hingga menimbulkan penyakit kejiwaan dan fisik?
Mengapa banyak orang berpikir negatif hingga merampas kebahagiaan mereka?
Mengapa banyak orang berpikir negatif hingga menjauhkan mereka dari cita-citanya?
Mengapa banyak orang berpikir negatif hingga menimbulkan penderitaan bagi mereka?
Mengapa banyak orang memilih gizi untuk otaknya dari keranjang sampah?
Mengapa banyak orang berpikir negatif hingga menjauhkan mereka dari Allah?
Mengapa banyak orang berpikir negatif hingga mereka berperilaku merugikan di dunia dan akhirat?
Bukankah pertanyaan-pertanyaan di atas mengundang penasaran?
Ketika memutuskan untuk menulis buku ini, saya harus mengkaji berbagai masalah agar dapat memberikan pengetahuan yang luas dan dalam pada Anda. Untuk itu, saya menemui beberapa orang dengan berbagai karakter, etnis, status sosial, dan profesi. Kepada mereka saya ajukan pertanyaan-pertanyaan yang sama:
1. Apakah Anda ingin bahagia? Jawabannya, “Ya.”
2. Apakah Anda ingin selalu sukses? Jawabannya, “Ya.”
3. Apakah Anda ingin memiliki kebebasan finansial? Jawabannya, “Ya.”
4. Apakah Anda ingin memiliki kemandirian dalam pekerjaan? Jawabannya, “Ya.”
Saya terus mengajukan beberapa pertanyaan sejenis. Saya bertanya pada seseorang, “Apakah Anda merasa bahagia, sukses, stabil, memiliki kebebasan finansial, spiritual, pekerjaan, dan lain-lain?” Sungguh mengejutkan: ternyata yang benar-benar bahagia dan sukses dalam hidup kurang dari 10%. Kenyataan ini diperkuat oleh hasil penelitian di Universitas Yale, Amerika Serikat. Penelitian tersebut menandaskan bahwa penduduk dunia yang benar-benar stabil dan bahagia kurang dari 3%. Selebihnya baru pada level mendambakan. Sebatas ucapan dan belum dibuktikan dengan perbuatan. Penyebabnya adalah pikiran negatif telah menghalangi mereka untuk menggapai apa yang mereka inginkan.
Pada bagian ini Anda akan mendapatkan sebelas penyebab utama orang berpikir negatif hingga menjauhkan mereka dari harapan yang diinginkan dan membuat mereka menghadapi berbagai masalah. Pengetahuan Anda tentang penyebab-penyebab ini akan memperluas cakrawala pandangan dan membantu Anda mempersenjatai diri dengan ilmu dan pengetahuan. Imam ‘Ali berkata, “Pengetahuan adalah cakrawala hati dan ilmu adalah lantera akal. Dalam setiap pengalaman terdapat pelajaran.”
Mari kita lanjutkan perjalanan mengarungi kekuatan berpikir untuk mengeksplorasi faktor-faktor penyebab lahirnya pikiran negatif.[]
Dr. Ibrahim Elfiky (Maestro Motivator Muslim Dunia)
Baca juga :
Pikiran dan Mata Rantai Persepsi_2